Bincang Mantan: Sampai Kapan Mau Bergantung Pada Orang Tua?

JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.
Bisma: Intinya tahu diri!
Saya punya dua orang kakak yang sudah punya anak, dan salah satu pengetahuan yang bisa saya petik dari mereka adalah bahwa ternyata punya anak itu sangat amat mahal!!
Dari mulai masih di kandungan saja biaya punya anak udah mulai terasa, belum biaya persalinan, masuk Play Group, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah, Bimbel, Les, makan tiga kali sehari, baju, listrik, mobil, belum lagi kalau anaknya high maintenance dan banyak mau. Ini masih sebagian sangat kecil biaya lho yang kesebut. Intinya, punya anak itu super duper mahal, deh!
Sekarang kalau saya refleksi diri, orang tua saya pun entah sudah habis uang berapa sampai sekarang untuk ngegedein anak banyak mau kayak saya, dan ketika saya sekarang sudah bekerja dan dapat pertanyaan “Sampai kapan mau bergantung sama orang tua”, jujur saya merasa tertohok.
Meski untuk pengeluaran pribadi saya sudah tidak minta orang tua, tapi sampai sekarang saya masih tinggal di rumah mereka yang mana listrik air dan berbagai daily necessities rumah tangga sudah mereka cover. Kontribusi saya paling sekadar mengisi kulkas sebulan dua kali yang mana kecil banget nilainya.
Nah, begitu ditanya sampai kapan, idealnya adalah saat ini juga saya sudah tidak boleh bergantung lagi kepada orang tua. Malu sama gelar dan jabatan di kantor, iya kan? Lagian, masih tega membebani orang tua?
Tapi itu kan idealnya. Kenyataannya, sih, tidak bisa semudah itu.
Contoh, orang tua saya sampai sekarang masih berpenghasilan dan merasa cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga. Mereka tidak akan mau saya serta merta lepas sama sekali dari sokongan mereka selama saya masih tinggal di rumah mereka. Sehingga yang paling pas untuk dilakukan saat ini adalah berusaha berkontribusi saja dengan bayar semacam “uang kost” ke mereka. Jadi kita tidak 100% disokong lagi.
Yang namanya orang tua, sampai kapan pun pasti mau mengurus anak-anaknya. Sampai kapanpun yang namanya anak ya akan tetap anak, dan mereka akan terus membantu kita tanpa berharap apapun kembali, apalagi kita tinggal di rumah mereka. Makanya seluruh agama dan aliran kepercayaan di dunia menempatkan orang tua di tempat sangat mulia kan?
Nah, untuk menjawab pertanyaan di atas, menurut saya pada kenyataannya, kita baru betul-betul bisa dan harus lepas dari bantuan orang tua ketika kita sudah berumah tangga dan tinggal di tempat yang berbeda dari orang tua kita. Ketika dituntut untuk serba sendiri dan mandiri, baru deh kita betul-betul bisa dinyatakan lepas dari ketergantungan terhadap orang tua.
Apalagi nanti waktu kita udah punya anak, itu tuh waktu di mana kita kepaksa, siap atau tidak siap harus hidup mandiri. Kan enggak mungkin orang tua kita masih harus biayain kita dan anak-anak kita. Mungkin aja sih, tapi enggak malu?
Kalau kita sudah berumah tangga, hidup sendiri, tapi masih mengharap bantuan orang tua, kitanya yang harus instrospeksi diri lagi!!
Sebelum memutuskan untuk bertanggungjawab atas orang lain, make sure kamu sudah bisa memenuhi kebutuhan dirimu sendiri. Lebih jauhnya, sebelum memutuskan punya anak, pastikan kamu dan pasangan sudah bisa hidup tanpa sokongan orang tua. Untuk hidupin diri sendiri kan gampang, jangan nambah-nambah tanggung jawab kalau belum sanggup.
Intinya sih sederhana kok. Tahu diri!