Ilustrasi TB Simatupang. IDN Times/Arief Rahmat
Di tubuh militer sendiri rupanya terjadi perpecahan. Kolonel Bambang Supeno yang merupakan komandan institusi pelatihan perwira militer, Candradimuka, mendekati Sukarno untuk membujuknya agar memecat Kolonel AH Nasution dari posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Sukarno pun mengabulkannya asal para panglima divisi di berbagai pos sependapat dengan memberikan tanda tangan. Syarat itu bisa dipenuhi. Namun, sebagai atasan Nasution, TB Simatupang dengan berani menyatakan keberatan.
Menurutnya, campur tangan Sukarno itu bisa menimbulkan situasi yang berbahaya di masa depan. Saat berada di Istana Negara, ia menyampaikan bahwa cara tersebut bisa dicontoh oleh pejabat militer lain yang ingin mengamankan posisinya dengan mendekati Sukarno.
Pada saat yang sama, apabila ada panglima-panglima divisi yang tidak menyukai seorang pimpinan, mereka bisa mengumpulkan tanda tangan, lalu meminta Sukarno untuk mencopot orang tersebut. Akibatnya, kesetiaan tidak lagi pada negara, melainkan presiden.
Sukarno pun marah besar atas penolakan TB Simatupang untuk mengganti Nasution sesuai permintaan Bambang Supeno. Bahkan, TB Simatupang tidak mau berjabat tangan dengan Sukarno ketika meninggalkan Istana Negara. Cekcok ini dan kian bergolaknya tubuh militer yang kemudian mengakhiri karirnya di dunia militer.
Pada 1952, ia diberhentikan sebagai KSAP. Jabatannya sebagai penasihat di Kementerian Pertahanan juga diakhiri pada tujuh setelahnya. Umurnya ketika itu masih sangat muda yaitu 39 tahun.
Keluar dari militer, ia mendedikasikan hidup untuk agama. TB Simatupang tak hanya berceramah di gereja-gereja, ia pun menulis sejumlah buku tentang Kristen. Tulisan-tulisannya juga dimuat di surat kabar Suara Pembaruan. Hingga akhir hayatnya, T.B. Simatupang melayani lewat jalan agama.
Itu tadi biografi TB Simatupang sang ahli strategi perang, perjuangannya untuk Indonesia tak mungkin dilupakan.