Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem menilai, Putusan MK 135/2024 terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah melanggar UUD 1945, yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat mengatakan, putusan MK yang memisahkan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan kepala daerah dan DPRD ini termasuk keputusan yang inkonstitusional.
"Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat, dan merupakan putusan inkonstitusional," kata Lestari, dalam jumpa pers di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (30/6).
Lestari mengingatkan, perlu dipahami pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Menurutnya, penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022.
"Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda," kata Wakil Ketua MPR RI itu.
Diketahui, dalam amar putusannya, MK memerintahkan pelaksanaan pemilu pada 2029 tak lagi digelar secara serentak. MK juga memerintahkan adanya pemisahan rezim pemilu nasional dan lokal.
MK memerintahkan agar ada jeda antara pemilu tingkat nasional dan daerah digelar paling cepat jeda 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan. Pemilu nasional yang dimaksud, meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah, meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota.