Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti saat Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/ BKKBN menggandeng UNICEF dalam Gerakan Kesehatan Mental Bagi Remaja “Unlock Your Best Self -Remaja Bahagia, Dunia Lebih Ceria. Agenda ini sudah berlangsung pada Sabtu (26/10/2024) (Dok. Media Center BKKBN)

Jakarta, IDN Times - Survei UNICEF Indonesia (2021) menunjukkan hampir 50 persen anak muda di Indonesia merasa tertekan, cemas, atau mengalami stres berat. Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN), Nopian Andusti.

Kondisi ini sebagian karena fase tumbuh kembang yang dialami remaja, di mana salah satunya adalah tentang citra diri mereka belum berkembang dengan baik, dan mereka sangat peka terhadap pendapat orang lain dan rentan terhadap kritik.

"Kemudian juga masa remaja, khususnya, dapat menjadi masa di mana merespons emosional yang intensif, mengingat banyaknya perubahan sosial, kognitif, dan fisik yang dialami remaja dalam fase pertumbuhannya," kata dia dalam keterangannya, dikutip Senin (28/10/2024).

1. Kesehatan mental yang baik bantu remaja percaya diri

Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana tinjau PTM di sekolah-sekolah (IDN Times/Istimewa)

Semuanya kondisi ini, menutut Nopian, punya hubungan langsung dengan pengalaman kesejahteraan jiwa dan kesehatan mental. Hasil data yang sama mengungkapkan sekitar 50 persen dari masalah kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun, dan sekitar 75 persen pada usia 24 tahun. Maka dari itu, remaja harus menjaga kesehatan mentalnya.

“Kesehatan mental yang baik membantu remaja merasa lebih percaya diri, dan yakin dalam kemampuan mereka. Mereka memiliki motivasi untuk menetapkan tujuan, bekerja keras untuk mencapainya, dan merasakan kepuasan ketika mencapai kesuksesan,” katanya.

Menurut Nopian, remaja butuh kasih sayang dan dukungan berkelanjutan ketika mereka menjalani dan menghadapi perubahan fisik, sosial, seksual, dan psikologis yang cepat dan mengekplorasi perkembangan identitas mereka sendiri.

2. Remaja diajak paham "It's okay not to be okay"

ANTARA FOTO/Fauzan

Sementara pada acara yang sama, Chief of Child Protection Program UNICEF, Milen Kidane, mengungkapkan kesehatan mental bukan hanya pembicaraan orang dewasa, tapi semua orang juga memerlukan.

“Kesehatan mental, khususnya bagi remaja, bukan hanya sebagai kata kunci melainkan sebuah dasar dari siapa kita," katanya.

Masa remaja menjadi masa krusial ketika remaja mencari tahu siapa diri mereka, mengarahkan emosi mereka, dan membangun landasan bagi masa depan. Namun, Kidane mengatakan, di sisi lain mereka merasakan tekanan yang terjadi luar biasa.

“Itu sebabnya, hari ini, kami di sini untuk mengatakan it’s okay not to be okay. Tidak apa-apa untuk mencari bantuan. Tidak apa-apa bila kita pelan-pelan dan menjaga kesehatan mental kita, karena remaja yang bahagia menciptakan dunia yang lebih ceria,” katanya.

3. Kegiatan dalam rangka peringati Hari Kesehatan Mental

Wali Kota Madiun, Maidi, saat mengecek jalannnya pelaksanaan pembelajaran tatap muka di salah satu SD di Kota Pendekar, Senin (27/9/21). (Dok. Diskominfo Kota Madiun)

Melihat kondisi yang ada, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/ BKKBN menggandeng UNICEF dalam Gerakan Kesehatan Mental Bagi Remaja “Unlock Your Best Self-Remaja Bahagia, Dunia Lebih Ceria. Agenda ini sudah berlangsung pada Sabtu, 26 Oktober 2024.

Konsekuensi dari kegagalan menangani kondisi kesehatan mental remaja berlanjut hingga dewasa, mengganggu kesehatan fisik dan mental, serta membatasi kesempatan untuk menjalani kehidupan yang memuaskan sebagai orang dewasa. Kegiatan ini dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia dan Hari Sumpah Pemuda.

Editorial Team