Bekasi, IDN Times - Informasi yang diunggah di beranda sebuah akun Instagram mencuri perhatian saya, suatu hari di awal bulan April 2018. “Hadirilah Temu Nasional Indonesia Tanpa Pacaran. Ahad, 15 April 2018 di Islamic Center Bekasi. Free Ikhwan dan Akhwat,” demikian undangan pertemuan zaman Now, memanfaatkan jejaring media sosial.
Informasi itu juga menyebutkan, Temu Nasional Indonesia Tanpa Pacaran (ITP), akan dihadiri aktor muda Cholidi Asadil Alam dan penggagas gerakan ITP, La Ode Munafar.
Saya mengenal sosok Munafar sejak masih kuliah di Yogyakarta bertahun-tahun lalu. Dia adalah aktivis lembaga dakwah kampus, penulis, dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang kerap turun ke jalan.
Gerakan ITP pun telah lama saya ketahui dari postingan-postingan-nya di laman Facebook. Penasaran dengan perkembangannya kini, saya pun memutuskan hadir dalam acara itu. Panitia menetapkan aturan busana alias dress code, agar berbusana syar’i. Memenuhi syarat itu, saya mengenakan gamis panjang dan jilbab cukup lebar, meninggalkan sejenak setelan jeans belel dan kemeja yang biasa saya kenakan sehari-hari.
Saya megajak seorang kawan untuk hadir di acara ITP. Kami tiba acara yang digelar di Islamic Center Bekasi itu, minggu pagi, sekitar pukul 08.15 WIB. Agak menyesal juga datang rada terlambat. Saya melewatkan aksi longmarch #IndonesiaTanpaPacaran yang dilakukan sebelum acara pertemuan. Longmarch yang dilakukan dalam bentuk jalan bareng dengan mengusung spanduk dan poster dilakukan di sekitar gedung tersebut.
Sejumlah bendera dan spanduk putih bertuliskan #IndonesiaTanpaPacaran dan #MuslimTidakPacaran menyambut peserta temu akbar ITP.
Beberapa penjual gamis dan makanan kecil juga turut menggelar dagangannya di sekitar Gedung Islamic Center Bekasi. Mereka berharap rezeki dari sebuah temu akbar yang menargetkan ribuan peserta.
Di dekat pintu masuk, terlihat dua lapak dagangan yang menjual pin bertuliskan #IndonesiaTanpaPacaran seharga Rp5 ribu, juga buku-buku bertema serupa yang dijual mulai dari Rp50 ribu. Buku-buku karya La Ode Munafar.
Usai mengisi presensi, kami bergegas mencari tempat duduk paling depan. Pengunjung terus berdatangan memenuhi tempat acara. Menurut taksiran saya, sedikitnya ada 1.000 peserta. Rata-rata mereka adalah remaja perempuan, berhijab panjang, dan tak sedikit pula bercadar.
Sementara itu, di sisi kanan kami terlihat peserta laki-laki. Antara area duduk peserta laki-laki dan perempuan, ada pembatas, kain berwarna hijau yang dipasang bagaikan pagar.