BPS: Rokok Jadi Penyumbang Angka Kemiskinan

Jakarta, IDN Times - Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, faktor komoditas berpengaruh terhadap angka kemiskinan. Mirisnya, rokok menempati urutan kedua paling banyak dibeli setelah beras. Temuan tersebut terjadi dari waktu ke waktu.
"Rokok menyumbang 9 persen garis kemiskinan," ujar Suhariyanto di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin (31/7) .
Menurut dia, sebaiknya harga rokok ditingkatkan setinggi mungkin supaya orang tidak perlu merokok.
"Perlu dibangkitkan kesadaran bahwa rokok itu tidak bagus," ujarnya.
1. Rokok paling banyak dibeli setelah beras
Berdasarkan data yang dihimpun BPS, makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di kota dan desa adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, mi instan dan gula pasir. Selain makanan, kebutuhan yang pengaruhnya besar adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
Ke depan, faktor inflasi bahan pangan patut jadi perhatian. Sebab angkanya cukup fluktuatif; inflasi bahan pangan untuk beras mencapai 8,57 persen, telur ayam ras 2,81 persen, daging ayam 4,87 persen, cabai rawit 49,91 persen, dan cabai merah 53,87 persen. Sedangkan gulai pasir harganya turun 4,19 persen, minyak goreng minus 0,6 persen, dan daging sapi minus 0,37 persen.
"Kenapa BPS memasukkan komponen rokok terhadap garis kemiskinan? Karena kami mau memotret apa saja pengeluaran warga miskin. Rokok terbanyak kedua setelah beras. Ini parah, menyita banyak pendapatannya," ujar Suhariyanto.
Menurut dia, menaikkan cukai rokok adalah salah satu langkah signifikan untuk menekan jumlah perokok, terutama prevalensi untuk penduduk miskin. Berdasarkan sebuah penelitian UI 2 bulan lalu, jika harga rokok dinaikkan sampai Rp70 ribu akan banyak perokok berhenti. Namun, kata Suhariyanto, itu hanya akan terjadi di luar negeri.
"Kalau orang Indonesia kan inovasinya luar biasa. Dia bisa ngelinting rokok sendiri. Kenaikan cukai rokok saja gak ckup. Perlu sosialisasi sejak dini tentang bahaya merokok," ujarnya.