BRIN Sebut Peta Rawan Bencana di Indonesia Tidak Akurat
.jpg)
Jakarta, IDN Times - Pakar gempa bumi dan tsunami Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan peta sebaran rawan bencana di Indonesia masih rendah. Menurutnya, peta rawan bencana itu masih bersifat umum.
"Masih rendah, dalam artian masih dalam sekala kecil, kalau peta skala kecil susah untuk tindak lanjut lagi, misalnya peta rawan longsor Jawa Barat ada merah, kuning, tapi kan dalam pelaksanaannya harus lebih akurat, harus kecamatan, desa. Jalurnya harus akurat," ujar Danny dalam acara BRIN Insight Every Firday secara virtual, Jumat (23/12/2022).
1. Sulit melakukan mitigasi apabil sebaran peta rawan bencana tidak akurat
Danny mengatakan, apabila peta sebaran rawan bencana tidak akurat, akan sulit melakukan mitigasi bencana. Sebab, hanya dikatakan daerah tertentu rawan bencana.
"Kalau hanya bilang kita rawan gempa, tapi datanya belum spesifik," ucap dia.
2. Konsep mitigasi gempa
Dalam kesempatan itu, Danny menjelaskan konsep mitigasi gempa. Pertama, lokasi atau sumber gempa bisa dipetakan.
Hal tersebut memiliki keluaran menentukan besaran kekuatan atau magnitudo gempa.
"Kemudian bisa diketahui risiko kerusakan dan korban yang bisa terjadi, ini juga bisa dipetakan," kata dia.
Namun, untuk kapan waktu gempa terjadi, kata Danny, tidak bisa dipetakan.
"Jadi, tanpa harus tahu kapan gempa, kita bisa meminimalisir kerusakan gempa dan korban yang bisa terjadi," ucap dia.
3. Hindari membuat bangunan di daerah sesar
Lebih lanjut, Danny menerangkan, gempa terjadi akibat adanya pergerakan sesar. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui wilayah mana saja yang dilewati sesar aktif di Indonesia.
Dengan adanya peta sesar, masyarakat seharusnya tidak mendirikan bangunan di daerah tersebut. Menurutnya, ada bahaya ikutan apabila gempa besar sudah terjadi, yakni likuifaksi, longsor dan tsunami.