Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Jakarta, IDN Times - Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Rahayu Saraswati menilai, kualitas perempuan di legislatif tak kalah penting dari komposisi dan jumlah keterwakilan.

Saat ini, KPPI masih memperjuangkan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, agar keterwakilan perempuan di DPR bisa meningkat. Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 menjadi sorotan publik karena dinilai mengkerdilkan keterwakilan perempuan dalam pemilu.

Sara, sapaan akrabnya, menilai partai politik punya pekerjaan rumah untuk memperjuangkan kader perempuan yang berkualitas. Selain keterwakilan minimal 30 persen perempuan di parlemen, namum dia juga menekankan pentingnya perempuan yang berkualitas.

Namun, aktivis perempuan yang akrab dipanggil Sara itu menegaskan, bukan berarti saat ini tidak ada anggota legislatif perempuan yang berkualitas.

"Kalau kita bicara tentang keterwakilan perempuan, itu yang sebenarnya kita perjuangkan bukan hanya soal keterwakilan perempuan, tapi keterwakilan perempuan yang berkualitas, itu penting. Karena gak semuanya perempuan memahami isu tentang perempuan," kata Sara saat dihubungi IDN Times, Selasa (23/5/2023).

"Ini menjadi PR yang sangat besar untuk semua partai politik karena tentunya kita harus memperjuangkan caleg-caleg perempuan atau kader perempuan yang berkualitas," sambung dia.

1. Kuantitas dan kualitas perempuan di parlemen sama pentingnya

Ketua Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo bersama jajarannya (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Partai Gerindra ini menyayangkan, masih banyak partai politik yang kesulitan untuk mendapatkan caleg perempuan.

Kendati begitu, hal itu menjadi tantangan nyata yang memang harus dihadapi. Sebab jika berbicara soal perempuan yang berkualitas, kuantitas di parlemen juga perlu diperhatikan.

"Disayangkan semua partai kesulitan untuk mendapatkan caleg perempuan di semua dapil. Gak bisa mendapatkan caleg perempuan yang berkualitas di semua dapil ya saya rasa menjadi tantangan yang nyata," ucap Sara.

2. Sistem politik masih belum ramah perempuan

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati (Dok. Rahayu Saraswati)

Ketua Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar) ini juga menyinggung polemik PKPU 10/2023 Pasal 8 Ayat 2 yang menuai polemik. Saras tak memungkiri, keterwakilan perempuan 30 persen dalam pemilu masih sangat dibutuhkan. Sebab sejauh ini, dalam realitanya, sistem politik masih tidak ramah perempuan.

Partai politik sebagai wadah yang menaungi kader-kadernya pun dinilai harus mendukung dan mengupayakan bagaimana perempuan dapat maju dan turut berkontestasi.

"Realitanya secara ekonomi dan sistem politik yang ada, itu tidak woman friendly, tidak ramah perempuan. Itu kenapa kuota ini masih sangat dibutuhkan," ucap dia.

3. Polemik sistem bacaleg perempuan pembulatan ke bawah

Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, dalam draf uji publik KPU, Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 masih mengatur pembulatan ke atas jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan di suatu daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka desimal kurang dari 0,5.

Kemudian, setelah disetujui bersama Komisi II DPR, aturan tersebut berubah menjadi pembulatan hitungan matematika yang apabila 0,5 kurang, maka akan dibulatkan ke bawah dan jika nol koma lebih maka akan dibulatkan ke atas.

Dalam PKPU 10/2023, pembulatan keterwakilan perempuan dihitung secara matematika. Apabila lebih dari 0,5 maka dibulatkan ke atas. Sedangkan apabila kurang dari 0,5 dibulatkan ke bawah.

Contohnya, apabila di sebuah dapil terdapat 8 alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Dari angka itu, karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Diketahui, dari 84 dapil yang sudah ditetapkan, jumlah dapil yang akan tidak terpenuhi keterwakilan perempuannya adalah sebanyak 38 dapil jika dilakukan pembulatan ke bawah seperti PKPU yang berlaku saat ini.

Editorial Team