Logo Partai Ummat (Dok.Channel YouTube Amien Rais)
Lebih lanjut, Buni Yani mengatakan, kedua kelompok ini saling berebut kepengurusan Partai Ummat DPD Kota Depok. Dia mengungkapkan, segala cara dilakukan kedua kelompok ini. Lobi-lobi politik pun dilakukan, baik di DPW Jawa Barat maupun DPP Partai Ummat di DKI Jakarta.
"Sangat disayangkan masing-masing pihak dari kedua kelompok ini hanya mau membawa kelompok mereka menjadi pengurus. Kalau kelompok A jadi pengurus, maka kelompok B tak boleh ada yang diakomodasi. Begitupun sebaliknya, bila kelompok B jadi pengurus, maka kelompok A tidak boleh ada yang masuk jadi pengurus. Zero sum game," kata dia.
Buni Yani mengatakan, praktik ini bukanlah politik yang benar, sebab tidak ada kemampuan untuk bernegosiasi. DPP Partai Ummat, ujarnya, mencoba melakukan langkah untuk menyelesaikan masalah ini, namun tak berhasil.
"Pasalnya, salah satu kelompok ini mempunyai patron di DPP, dan di kemudian hari sang patron ini mengundurkan diri dari DPP Partai Ummat. Dari sinilah mulainya cerita positif animo masyarakat yang tinggi untuk bergabung dengan Partai Ummat ini dipelintir (di-spin) menjadi perpecahan di tubuh partai. Ini jelas langkah politik murahan yang gampang dibaca, yang dengan gampang bisa dipatahkan dengan fakta," ujar Buni Yani.
"Patron di DPP yang mengundurkan diri ini tidak cocok dengan kelompok Depok yang satunya lagi. Jadi dia merangkul kelompok yang satu, tapi pada saat bersamaan menendang kelompok yang lainnya. Jelas ini bukan kebijakan dan pendekatan resmi DPP Partai Ummat di Jakarta," kata dia.
Buni Yani mengaku tidak mengetahui apa tujuan 'patron' ini. Dia menerangkan, apa yang terjadi di Depok hanyalah masalah kecil saja.
"Dan sekarang, alhamdulillah, DPP Partai Ummat sudah mengeluarkan SK baru ke DPD Depok yang jauh lebih baik dan besar formasinya. Bila yang mengundurkan diri hanya 26 orang, maka sekarang pengurus baru yang mendapatkan SK berjumlah 57 orang," ucapnya.