Petugas medis melakukan rapid tes antigen COVID-19 kepada calon penumpang Kereta Api (KA) di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (21/12/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Dia mengkhawatirkan, vaksin gotong royong hanya di awal saja dibiayai perusahaan. Ketika perusahaan sudah tidak sanggup membayar vaksin gotong royong, menurutnya, beban biaya itu bisa diberikan kepada buruh.
"Sama kayak antigen, pada tahap awal rapid test antigen itu ditanggung oleh perusahaan. Ketika dana perusahaan tidak mencukupi, maka kemudian buruh dikenakan beban biaya. Apalagi kalau ada vaksin individual berbayar, di mana peran negara, karena itu pasti akan dimanfaatkan kelas menengah-atas," lanjutnya.
Iqbal mengatakan buruh dan KSPI mendukung program vaksinasi nasional gratis yang dilakukan pemerintah. Buruh, lanjutnya, hanya tidak mendukung adanya komersialisasi.
Dia lalu mengungkapkan vaksin gotong royong lebih baik diterapkan oleh BPJS Kesehatan daripada Kimia Farma. Dengan BPJS, lanjutnya, masyarakat yang ingin divaksin tidak perlu mengantre.
"Ya kalau begitu buka aja (vaksin gotong royong) BPJS semua jaringan, semua jaringan BPJS klinik dan Rumah Sakit swastanya bisa melakukan vaksin dengan biaya subsidi negara. Buka jaringan BPJS. Jaringan BPJS itu paling lengkap, RS jaringannya paling lengkap. Kasih aja semua vaksin-vaksinnya, gak perlu ngantre," ucap Iqbal.