Jakarta, IDN Times - Kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tinggal menghitung hari sebelum nantinya berakhir pada 20 Oktober 2024. Spanduk 'Terima Kasih Jokowi' pun menjamur di Jakarta.
Bagi pendukungnya, mungkin Jokowi dinilai telah berjasa selama 10 tahun menakhodai Indonesia.
Namun, selama itu pula terdapat catatan buruk terkait penegakan hukum di era Jokowi. Dalam beberapa kasus, penegakan hukum digunakan untuk membungkam suara masyarakat.
Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, terdapat 203 kasus pidana terhadap mereka yang mengkritik pejabat publik atau lembaga pemerintah melalui media sosial sepanjang aksi unjuk rasa dari Oktober 2014 hingga Maret 2019.
Di periode kedua, selama 2019 hingga 2022, Amnesty International Indonesia juga mencatat terdapat setidaknya 328 kasus serangan fisik dan atau digital terhadap masyarakat, dengan setidaknya 834 korban. Korban-korban ini mencakup pembela HAM, aktivis, jurnalis, pembela lingkungan, mahasiswa, dan demonstran.
Beberapa undang-undang baru dan peraturan yang diimplementasikan semasa pemerintahan Jokowi juga telah mengancam hak-hak sipil dasar dan menjadi alat untuk membatasi kritik terhadap pemerintahan.
Aturan penodaan agama dalam pasal 156 dan 156 (a) KUHP dan pasal 28 (2) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), digunakan untuk memenjarakan orang-orang yang mengekspresikan haknya dalam beragama dan berkeyakinan secara damai.
Selama 2019 hingga 2022, misalnya, Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya 332 orang korban yang dijerat dengan dugaan melanggar Pasal 27(1) dan (3) serta Pasal 28(2) UU ITE. Jumlah ini pun terus bertambah berdasarkan pantauan Amnesty International Indonesia hingga September 2023.
Berikut tujuh kasus yang menggambarkan buruknya penegakan hukum di era Jokowi.