Gedung Komisi Yudisial (setkab.go.id)
Sementara itu, Komisi Yudisial menilai putusan kasasi Mahkamah Agung agar aset First Travel disita oleh negara, tidak salah baik secara aturan maupun etik.
"Itu murni pertimbangan hukum. Hakimnya normatif, ya tidak salah," ujar Ketua KY Jaja Ahmad Jayus.
Dalam undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU), kata Jaja, disebutkan bahwa apabila pidana TPPU terbukti, aset yang menjadi barang bukti harus dikembalikan atau disita oleh negara. Karena itu, kata dia, keputusan yang diambil oleh hakim secara hukum tidak dapat disalahkan.
Meskipun demikian, Jaja melanjutkan, seharusnya hakim berani melakukan terobosan dengan melihat fakta-fakta yang ada.
Menurut Jaja, aset yang disita bukanlah uang negara, melainkan uang rakyat sehingga sudah semestinya dikembalikan kepada rakyat. Dalam hal ini, jemaah yang menjadi korban.
Namun, hal tersebut tidak bisa serta-merta dilakukan karena kasus yang awalnya perdata, kemudian berubah menjadi pidana.
"Mestinya karena ini bukan uang negara, ini uang rakyat, dari kasus perdata murni asalnya, dari hubungan perjanjian pemberangkatan umrah. Itu 'kan perdata murni asalnya, uang masyarakat, nah, untuk itu uangnya ada, ya, mestinya mengembalikan uang itu kepada rakyat," ucap Jaja.