Sebelum duduk di kursi panas terdakwa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melalui proses yang cukup panjang untuk bisa menyeret Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP Elektronik. Bahkan, lembaga anti rasuah harus menetapkan Novanto sebagai tersangka sebanyak dua kali.
Status tersangka kali pertama terpaksa dibatalkan karena gugatan pra peradilan mantan Ketua DPR itu dikabulkan oleh Hakim Cepi Iskandar di pengadilan pada (29/9/2017). Namun, KPK kembali bergerak cepat dengan kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada (10/11/2017).
Sejak awal, Novanto sudah menunjukkan gelagat yang tidak baik. Saat masih menyandang status tersangka untuk kali pertama, pria berusia 62 tahun itu jatuh sakit. Lucunya, dari kolega yang menjenguk Novanto, tidak ada yang tahu persis apa penyakitnya. Perawatan Novanto pun sampai harus dipindahkan dari RS MRCCC Siloam ke RS Premier Jatinegara.
Publik sudah menduga Novanto sengaja berpura-pura sakit dari foto perawatan yang viral di media sosial. Di situ, warga net sibuk menganalisa peralatan medis yang dikenakan Novanto.
Salah satunya adalah alat kardiograf untuk menghitung denyut jantung. Di foto, kardiograf menunjukkan statistiknya garis lurus alias pasien dikatakan sudah meninggal. Dugaan publik bahwa sakitnya Novanto hanya rekayasa seolah diperkuat ketika mantan Ketua Umum Partai Golkar itu meninggalkan rumah sakit dua hari pasca gugatan pra peradilannya dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan.
Novanto semakin betingkah usai KPK menetapkannya lagi sebagai tersangka. Ia berkelit dengan mengatakan penyidik KPK wajib mengantongi surat izin dari Presiden sebelum dilakukan pemeriksaan. Lembaga anti rasuah tidak menggubris itu dan tetap melakukan pemanggilan.
Namun, Novanto kembali berulah dengan mengalami kecelakaan di daerah Permata Hijau pada (16/11/2017). Ia akhirnya dilarikan ke RS Medika Permata Hijau dengan alasan mengalami luka di kepalanya sebesar bakpao. Soal benar atau tidaknya sakit Novanto kini masih diperiksa di Pengadilan Tipikor.