Presiden RI Prabowo Subianto menyaksikan langsung sailing pass atau parade kapal perang TNI Angkatan Laut di Teluk Jakarta, Kamis (2/10/2025) (dok. Tim Media Prabowo)
Menurut Imparsial, fenomena militerisasi ruang sipil terjadi melalui tiga bentuk atau pendekatan.
Pertama, perluasan pelibatan TNI dalam ranah sipil atas nama operasi militer selain perang (OMSP). Salah satu contoh menonjol adalah keterlibatan TNI dalam proyek strategis nasional (PSN) Food Estate di Merauke.
Imparsial memandang program Food Estate, yang diikuti dengan pembentukan lima Batalyon Infanteri Penyangga Daerah Rawan (Yonif PDR) di Papua, tidak hanya menyimpang dari peran utama TNI, tetapi juga berpotensi memperburuk spiral kekerasan di Papua.
Imparsial mengatakan, konflik antara TNI dan masyarakat yang berujung pada pelanggaran HAM sangat mungkin terjadi, terlebih ketika Menteri Pertanian menyatakan, pembukaan lahan seluas satu juta hektare dikendalikan langsung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih.
Pengiriman pasukan tambahan secara ilegal di Merauke juga dinilai semakin memperlihatkan kecenderungan pendekatan keamanan (sekuritisasi) dan penguatan militerisme oleh pemerintah di Papua.
Langkah ini, kata dia, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik secara damai dan memperkuat ketakutan masyarakat serta dominasi militer di wilayah rawan konflik tersebut.
Kedua, pelibatan TNI dalam tugas-tugas yang tidak termasuk dalam OMSP sebagaimana diatur dalam UU TNI. Keterlibatan militer dalam program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai menunjukkan bergesernya peran TNI dari fungsi utama pertahanan ke ranah sipil.
"Padahal, tugas semacam ini seharusnya dijalankan oleh institusi sipil. Pelibatan ini tidak hanya mengganggu profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga melanggar ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang TNI," ujar dia.
Ketiga, penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, di antaranya adalah pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet. Selain itu, pengangkatan Dirut Bulog sebanyak dua kali yang menempatkan militer aktif, yaitu Letjen TNI Novi Helmy Prasetya yang akhirnya memilih kembali berdinas di TNI usai beberapa bulan menjabat dan Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani, sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog yang baru.
"Pengangkatan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 39 dan Pasal 47 yang menegaskan, prajurit aktif tidak boleh terlibat dalam politik praktis dan hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan," kata dia.
"Pengangkatan ini tidak hanya mencederai semangat reformasi TNI, tetapi juga menunjukkan pengabaian terhadap prinsip supremasi hukum," ujar Hussein.