Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis catatan terkait dua tahun kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin. Berdasarkan catatan KontraS, selama dua tahun mereka memimpin, warga semakin takut bersuara dan menyampaikan kritik kepada pemerintah.
KontraS mencatat ada 385 peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi. Dari angka itu, sebanyak 281 kasus bersinggungan institusi kepolisian. KontraS menyebut kepolisian menjadi institusi yang dominan dalam melakukan upaya pelanggaran kebebasan dan berekspresi.
"Pola pelanggarannya masih seputar pembubaran paksa yang diikuti oleh penangkapan sewenang-wenang," ungkap Deputi Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, seperti dikutip dari YouTube KontraS, Rabu (20/10/2021).
Berdasarkan data yang dikumpulkan KontraS, selama dua tahun jumlah penangkapan sewenang-wenang mencapai 137 peristiwa. Sedangkan, peristiwa pembubaran paksa mencapai 118. Rivan juga menyebut pembubaran paksa juga diikuti dengan tindakan represif aparat penegak hukum.
Ia juga mengatakan polisi membubarkan demonstrasi atau penyampaian pendapat di masa pandemik COVID-19 dengan dalih memicu terjadinya kerumunan. Tetapi, di sisi lain, upaya penegakan hukum terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan malah tebang pilih.
"Kita masih melihat ketika presiden dan Menhan hadir di pernikahan artis. Tetapi, itu tidak berbanding lurus dengan sikap dari aparat kepolisian terhadap penanganan massa yang main tangkap dan kerap kali disertai dengan tindak penganiayaan," kata Rivanlee.
KontraS pun mencatat selama dua tahun Jokowi-Ma'ruf berkuasa, sudah ada 5.389 orang yang ditangkap ketika menyampaikan aksi. Namun, bukan itu saja yang menjadi indikator kebebasan sipil memasuki tahun ketujuh Jokowi berkuasa, makin anjlok.
Apa saja indikator lainnya tersebut?