Jakarta, IDN Times - Pemberlakuan UU baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tinggal menghitung hari. Pada Kamis (17/10), komisi antirasuah dikhawatirkan lumpuh karena aturan baru setebal 36 halaman itu masih banyak yang tidak jelas dan saling bertentangan.
Untuk menganalisa seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh UU itu kepada lembaga pemberantasan korupsi itu, maka pimpinan telah membentuk dua tim transisi. Tim transisi pertama untuk menganalisa seberapa jauh kerusakan yang akan ditimbulkan kemudian nantinya akan dicegah. Tim kedua, untuk menilai bagaimana proses konversi dari pegawai komisi antirasuah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah sejauh ini tim transisi telah menganalisa ada 26 poin yang dinilai melemahkan komisi antirasuah. Salah satu poin yang paling destruktif yakni dibentuknya Dewan Pengawas yang memiliki kuasa yang begitu luar biasa. Posisinya bahkan di atas komisioner KPK.
"Dua puluh enam poin itu kami pandang sangat berisiko melemahkan atau bahkan riskan dan bisa melumpuhkan kerja KPK, karena beberapa kewenangan yang dikurangi adalah kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas selama ini," ujar Febri melalui keterangan tertulis pada (25/9) lalu.
Sehingga, ia tidak sepakat terhadap pernyataan yang menyebut UU KPK yang telah direvisi sudah memperkuat komisi antirasuah. Apabila dilihat dari 26 poin yang telah dianalisa sementara oleh tim transisi, maka pernyataan itu tak dapat diyakini kebenarannya.
"Selain itu terdapat ketidaksingkronan antar pasal, hingga menimbulkan tafsir yang beragam sehingga menyulitkan KPK dalam penanganan perkara korupsi ke depan," tutur mantan aktivis antikorupsi itu.
Untuk mengantisipasi itu, komisi antirasuah sudah melakukan upaya mitigasi yakni dengan mengubah sebagian besar aturan internal yang ada di KPK. Wah, aturan mengenai apa saja ya yang diubah?