Ia mengatakan, ketika ditawari uang sogokan dari pengusaha tersebut, Artidjo mengaku merasa sangat terhina. Ia menyebut gak tahu nominal uang yang ditawari oleh si pengusaha.
"Tapi, di dalam dokumen itu ada fotokopi dengan tulisan 'nomor rekening Pak Artidjo berapa,'" katanya.
Si pengusaha bahkan tanpa basa-basi langsung memberikan cek kosong yang bisa diisi sendiri oleh Artidjo berapa nominal uang yang ingin ia terima.
Gak mempan disogok secara langsung, pernah ada pula pihak-pihak tertentu yang memberikan uang itu melalui keponakannya yang tinggal di Yogyakarta. Artidjo memang dibesarkan di keluarga yang sederhana. Ia merasa apa yang telah dimilikinya saat ini sudah cukup.
Di buku biografinya berjudul "Alkostar: Sebuah Biografi", tertulis saat awal menjadi hakim agung, ia berangkat kerja dari rumah kontrakannya di area Kwitang menggunakan bajaj. Padahal, hakim agung lainnya sudah mengendarai mobil.
Gara-gara itu, ia ditolak masuk dari pintu depan. Alhasil, ia masuk dari pintu samping.
Di dalam buku tersebut, Artidjo juga berkisah tentang pembelian mobil pertamanya, Chevrolet Spark. Ditemani teman satu kontrakannya yang bernama Ari, akhirnya Artidjo membeli mobil tersebut. Dananya diperoleh dari MA, yang sudah dialokasikan untuk membeli mobil Rp 60 juta ditambah tabungannya pribadi Rp 20 juta. Maka, total dana yang dikeluarkan untuk membeli mobil tersebut Rp 80 juta.
Ari pun kemudian direkrut oleh Artidjo menjadi sopir pribadinya. Salah satu bentuk kesederhanaan Artidjo lainnya yakni rumah kontrakan yang sempat ia tempati sangat sederhana. Memang, ia kemudian pindah ke apartemen yang disediakan oleh negara, tapi ia gak menggunakan jasa asisten rumah tangga. Alhasil, semua pekerjaan rumah tangga dikerjakannya seorang diri.