IDN Times/Reynaldi Wiranata
Serupa Dikri, Kepala Puskesmas Carita, Siti Nurmawati (40), yang tengah piket malam saat kejadian, tak menyangka bahwa malam itu merupakan malam yang bakal membuatnya sibuk selama lebih dari satu minggu.
"Waktu itu saya piket malam ya. Pas kebetulan saya juga gak tahu kenapa, ada firasat mungkin, malam itu juga saya kayanya pakaian rapi. Pakai sweater juga, biasanya gak pernah kayak gitu. Nah saya sampai ke puskesmas, saya pikir biasa tiduran, terus teman saya juga belum datang yang dua orang. Biasa teman saya itu gak pernah gendong-gendong tas, biasa aja cuek, lalu saya tanya, 'neng, kenapa gak disimpan tasnya?', dia jawab, 'enteu (gak), takut ada apa-apa, teh', gitu bilangnya," tuturnya.
Selang beberapa menit usai dialognya dengan salah satu perawat, dirinya dikejutkan dengan kedatangan beberapa warga sambil berteriak meminta tolong.
"Kemudian ada sekitar 15 menit, jam 21.20 kira-kira itu kejadian orang-orang teriak-teriak. 'Kebakaran, kebakaran, kebakaran,' kata masyarakat itu. Pas itu kita tanya, ada apa kebakaran di mana. Eh ternyata air dan airnya itu sudah kena rumah, sudah naik tinggi. Pas dengar keluar ombak, kita langsung ikut lari," ungkapnya.
Nurmawati menjelaskan, korban tsunami rata-rata terluka akibat sobekan karena tsunami itu datang secara simultan hingga totalnya berjumlah 117 orang di hari Minggu 23 Desember 2018.
"Itu korban luka-luka itu bertahap, dari pertama 50, 60, 70, sampai total dua hari itu sudah 117 orang luka-luka. Yang meninggal semuanya 70 orang," kata Nurma.
Dijelaskannya, jenazah korban datang dengan jumlah banyak di hari ke empat selepas kejadian. Banyaknya mayat itu tak diletakkan di Puskesmas, melainkan di tanah lapang.
"Gak semuanya ke sini. Mayat saja di depan perumahan sana, berserakan," ungkapnya.