Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20250930_111142.heic
Dubes Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi bercerita bagaimana negaranya sukses jalankan program MBG. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Membangun dapur saja tak cukup, SDM SPPG wajib diperhatikan

  • Memperhatikan sumberdaya manusia (SDM) yang bekerja di dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

  • Masing-masing daerah memiliki tantangan sendiri dalam program MBG.

  • Lebih baik menyuplai bahan segar secara lokal untuk menjaga kesegaran makanan.

  • Dukungan Jepang dalam program MBG

  • Jepang bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) mendukung peningkatan pelabuhan di Papua untuk mensukseskan MBG.

  • Jepang berkomitmen untuk menduk

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menceritakan pengalaman negaranya sukses menjalankan program makan bergizi gratis (MBG) seperti di Indonesia.

Masaki bercerita, Jepang telah memiliki sejarah panjang dalam menerapkan program MBG. Dia mengatakan, dibutuhkan dapur yang memadai guna menyimpan bahan baku segar untuk diproses menjadi makanan seimbang.

"Untuk berhasil mengimplementasikan program ini di sekolah, membutuhkan waktu. Karena pertama, kita harus membuat sistem, dapur MBG, distrubusi, dan lain-lain," kata Masaki dalam jumpa pers di Kedutaan Besar Jepang, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025).

1. Membangun dapur saja tak cukup, SDM SPPG wajib diperhatikan

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi dalam press briefing di Kantor Kedutaan Besar Jepang. (IDN Times/Amir Faisol)

Kendati, Masaki menekankan, membangun dapur saja tidak cukup untuk mensukseskan program MBG. Ia mengatakan, ada banyak faktor lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah sumberdaya manusia (SDM) yang bekerja di dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Dia juga mengatakan, masing-masing daerah juga memiliki tantangannya sendiri. Program MBG di Jakarta mungkin akan berbeda dengan di Papua. Karena itu, ia menilai lebih baik menyuplai bahan segar secara lokal.

"Jadi, Jepang benar-benar menghadapi banyak masalah. Akhirnya, kita menemukan bahwa lebih baik untuk menyuplai bahan segar secara lokal lokal. Karena jika kita membeli dari tempat lain (impor), itu akan menyebabkan masalah kesegaran (bahan makanan). Jadi, di Papua, kita menganggap ikan adalah sumber yang sangat penting," kata Masaki.

2. Dukungan Jepang dalam program MBG

Dubes Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi bercerita bagaimana negaranya sukses jalankan program MBG. (IDN Times/Amir Faisol)

Masaki menyinggung kunjungannya ke Kabupaten Biak Numfor, Papua pada 9-11 September bersama UNICEF untuk melihat langsung program MBG di bumi cendrawasih.

Jepang bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) ikut mendukung peningkatan pelabuhan di Papua sehingga dapat dimanfaatkan untuk mensukseskan MBG. Jepang berkomitmen untuk mendukung program MBG Indonesia dengan bantuan hibah senilai USD3,34 juta (setara Rp 54 miliar).

"Jadi kami sangat membantu meningkatkan fasilitas pelabuhan dekat sekolah, dan kami melakukannya bersama JICA sehingga bisa dikombinasikan untuk meningkatkan sistem MBG," kata dia.

3. Wajar masih banyak masalah di program MBG Indonesia

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi dalam press briefing di Kantor Kedutaan Besar Jepang. (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut Masaki, wajar bila Indonesia saat ini masih menghadapi banyak masalah dalam menjalankan program MBG. Karena belajar dari Jepang membutuhkan waktu yang panjang untuk mensukseskan program MBG.

"Saya pikir menggunakan pengalaman kami, itu mengambil waktu untuk membangun program MBG, untuk membuat sistem untuk membuat makanan segar, dapur, orang yang bekerja, dan itu mungkin berbeda menurut daerah-daerah. Mungkin MBG di Jakarta, berbeda dari MBG di Papua, dan lain-lain mungkin sistemnya berbeda," kata dia.

"Saya pikir, kerajaan Anda membutuhkan lebih banyak waktu dan lebih banyak penelitian. Jika Anda mencoba melakukannya dengan terlalu cepat, dengan banyaknya, mungkin Anda bisa menghadapi masalah tersebut," sambungnya.

Diketahui, program MBG berubah menjadi petaka usai gelombang keracunan massal berulang terjadi di daerah-daerah. Data nasional memperlihatkan 8.649 anak tumbang buntut keracunan MBG. Jumlah itu mengacu pada laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) hingga 27 September 2025. JPPI mencatat adanya lonjakan jumlah korban keracunan, yakni 3.289 anak dalam waktu dua pekan.

Pada September 2025, jumlah korban keracunan per pekannya terus melonjak. Data sepanjang 22 hingga 27 September 2025, jumlah korban keracunan mencapai 2.196 anak dalam waktu dua pekan.

Editorial Team