Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi tenaga medis bersiaga untuk pasien virus corona. (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Ilustrasi tenaga medis bersiaga untuk pasien virus corona. (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Depok, IDN Times - Ada cerita memilukan di balik kabar duka Guru Besar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Prof DR dr Bambang Sutrisna, MHSc, yang tutup usia pada Senin (23/3) pagi, setelah terinfeksi virus corona atau COVID-19.

Leonita Triwachyuni, sang anak menceritakan bagaimana Profesor Bambang mencoba bertahan hidup di tengah getirnya berada dalam ruang isolasi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur.

Dia mengisahkan sang ayah merasa tersiksa sendiri saat menahan sakit akibat virus corona. Napasnya sesak tak tertahan, sementara tak ada tempat untuk mengadu. Ia sendiri di ruang isolasi. Bagaimana cerita selengkapnya?

1. Leonita sempat ditelepon sang ayah saat di ruang isolasi sebelum akhirnya meninggal dunia

Ilustrasi petugas medis menangani pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Sebagaimana dalam berita sebelumnya, Leonita meyakini penularan COVID-19 berasal dari seorang pasien yang berobat di tempat ayahnya bekerja.

Usai kontak dengan orang tersebut, Profesor Bambang mengeluh sesak napas dan demam. Kemudian, Leonita membawanya ke rumah sakit hingga akhirnya harus dirawat dalam ruang isolasi.

Dalam ruang isolasi, Profesor Bambang sempat menghubungi Leonita untuk meminta pertolongan.

“Tahu apa yang papa lakukan pas sesak tadi malam? Telepon anak dan menantunya, minta tolong. Saya sampai menelepon rumah sakit untuk kasih tahu, karena keluarga gak bisa masuk," tulis Leonita di akun Instagramnya, @nonznonz, Senin.

“Yang menyedihkan buat pasien COVID-19 adalah meninggal sendirian, sesak sendirian. Mau minta tolong? Gak ada perawat berjaga, ruangan isolasi tertutup, keluarga gak bisa lihat,” lanjut Leonita.

(IDN Times/Reja Gussafyn)

2. Tak lagi melihat wajah sang ayah sejak masuk ruang isolasi hingga meninggal dunia

Petugas medis dengan pakaian pelindung menerima pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang diubah menjadi rumah sakit sementara bagi pasien dengan gejala ringan akibat virus corona, di Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Ruang isolasi yang tak bisa dimasuki sembarang orang, membuat Leonita hanya bisa menerka-nerka kondisi sang ayah dari ruang tunggu.

“Kami cuma bisa duduk di ruang tunggu, karena papa kondisinya sangat buruk tadi pagi. Bisa lihat apa dari sini? Gak bisa lihat apa-apa. Aku gak tahu gimana menderitanya papaku, selain dari telepon kemarin malam. Pintu di sini juga berlapis-lapis, jadi gak kelihatan papa lagi apa, papa lagi diapain,” tulis Leonita.

3. Tidak ada perpisahan terakhir antara Leonita dan sang ayah

Petugas medis dengan pakaian pelindung mengangkat pasien isolasi dari sebuah ambulans saat seluruh negeri dilanda wabah virus korona tipe baru, di Chengdu, Provinsi Sichuan, Tiongkok (ANTARA FOTO/cnsphoto via REUTERS)

Setelah Profesor Bambang dinyatakan wafat Senin (23/3) pagi, pihak rumah sakit tidak memakamkan seperti jenazah biasa.

“Disemayamkan di mana? Boro-boro disemayamkan, keluarga bahkan gak lihat wajah papaku sejak papaku masuk isolasi. Gak bisa juga nemenin saat papa sesak. Sekarang yang tersisa cuma deretan bunga di depan rumah yang gak bisa bikin papa kembali,” tulis Leonita.

Editorial Team