Julukan “Suriah Kecil” bukan hanya karena populasi pendatang lebih besar dari masyarakat asli setempat, tapi juga karena tak sedikit bisnis yang dibuka dan dijalankan oleh pengungsi Suriah.
Media Jerman, Deutsche Welle, sempat mendokumentasikan bagaimana tatanan perekonomian di Reyhanli perlahan mulai berubah. Beberapa pengungsi membuka usaha pangkas rambut, toko roti atau rumah makan kecil.
Kompetisi tentu tak dapat dihindari di tempat yang juga disebut “Reyhanli Baru” ini. Akibatnya, ada juga yang harus memindahkan bisnis kecil-kecilannya ke kios dengan harga sewa lebih murah. Tapi, ada juga warga Turki yang melihat semakin banyaknya pengungsi Suriah sebagai kesempatan untuk menyediakan makanan asli negara itu.
Di sisi lain, pengungsi Suriah bersedia untuk menyentuh sektor pertanian. “Reyhanli ini pintu gerbangnya. Memang kotanya kecil sekali dan warga Turki aslinya sendiri itu mereka hanya menjadi petani, kebanyakan menggarap kebun,” ucap Rijal yang berada di sana sejak Februari hingga Maret lalu.
Ia menambahkan,“Orang Turki kan kebanyakan mereka peralihan orang Asia ke Eropa. Jadi, gak banyak yang mau turun mengolah lahan-lahan. Jadi, yang menggarap ya orang-orang Suriah itu sendiri.”