Wali Kota Bogor Bima Arya (kanan) bersama Direktur Utama RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir (tengah) meninjau kesiapan rumah sakit darurat di wisma atlet Kota Bogor, GOR Pajajaran, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/12/2020). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)
Persoalannya, kata Bima, dalam skala wilayah kewenangan pemerintah daerah sangat terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan yang dimaksud.
“Kita tidak mungkin bisa melakukan pembatasan jam operasional, jam kantor, dan lain-lain karena itu kewenangan pusat. Tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, maka kita akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga,” kata dia.
Bima menyatakan, Pemkot Bogor sudah melakukan beberapa langkah strategis seperti penambahan tempat tidur minimal 30 persen di seluruh rumah sakit, dan dalam beberapa hari lagi akan mengaktivasi Rumah Sakit Lapangan dan pusat isolasi berbasiskan masyarakat di tiap kelurahan.
“Pemkot juga memutuskan untuk melakukan kebijakan WFH 100 persen bagi ASN. Seluruh kantor-kantor pemerintahan distop dulu. Kecuali sektor-sektor atau dinas yang langsung berfungsi untuk melayani publik, seperti Dinkes dan lain sebagainya. Ini sedang kita siapkan,” kata dia.
Menurut Bima mungkin itu tidak akan maksimal ketika tidak diiringi kebijakan yang lebih tegas dan lebih ketat, dalam hal pembatasan aktivitas warga di tingkat yang lebih makro.
Politikus PAN itu menegaskan agar pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat, mungkin tidak dipukul rata secara nasional, tapi bisa diberlakukan sesuai kedaruratan wilayahnya.
Misalnya, kata Bima, pembatasan lebih ketat di Jabodetabek, Bandung Raya, dan sebagainya. Jadi sifatnya berbasiskan regional yang paling terdampak dengan status zona yang kebanyakan merah.