Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, menilai varian baru COVID-19 B1.1.5.2.9 atau Omicron bisa saja sudah masuk ke Indonesia namun hingga kini belum terdeteksi. Prediksi itu didasarkan pada fakta sampel kasus positif yang dianalisa di Afrika Selatan diambil pada 9 November 2021, tapi tim epidemiolog Afrika Selatan melaporkan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 24 November 2021.
"Bisa jadi varian itu sudah beredar dua atau tiga minggu sebelum diumumkan resmi (oleh) WHO. Selain itu, ketika diumumkan kali pertama oleh tim di Afsel bukan berarti (Omicron) berasal dari Afsel. Itu kan menandakan surveillance di Afsel bagus (sehingga terdeteksi)," ungkap Dicky ketika dihubungi oleh IDN Times melalui pesan suara, Senin 29 November 2021.
Di sisi lain, para pelaku perjalanan internasional tetap wara-wiri ke negara lain dari Afrika. Sehingga, berpeluang besar varian baru itu sudah menyebar luas termasuk sudah ditemukan di kawasan ASEAN. Ditambah masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional di Tanah Air hanya tiga hari.
"Surveillance genome kita juga tergolong lemah, hanya 0,2 persen dari total kasus yang ada di-sequencing. Sehingga kemampuan kita untuk mendeteksi dan memahami varian baru ini juga sangat kurang," kata dia lagi.
Sebelumnya pada Minggu kemarin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini varian Omicron belum terdeteksi masuk ke Indonesia. Meskipun pintu masuk menuju Indonesia tidak ditutup. Pemerintah hanya melarang masuk warga asing dari 11 negara ke Indonesia.
Dicky menyebut, Pemerintah Indonesia memilih untuk hidup berdampingan dengan COVID-19. Berbeda dengan China yang berambisi untuk selalu mengurangi kasus hingga ke titik nol.
Apa langkah pemerintah untuk mencegah varian Omicron masuk ke Tanah Air? Sebab, bila terjadi lonjakan kasus COVID-19 bakal mengancam keketuaan Indonesia di KTT G20.