Jakarta, IDN Times - Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza, melayangkan surat terbuka terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Kerry menguatarakan sejumlah hal dalam surat setebal empat halaman tersebut.
Dalam surat tersebut, Kerry membantah telah merugikan negara. Dia merasa telah dicitrakan sebagai penjahat.
"Saya dicitrakan sebagai penjahat besar, seakan sumber masalah . Di mana keadilan?" ujarnya.
Curhat Kerry Anak Riza Chalid: Saya Dicitrakan Sebagai Penjahat Besar

Intinya sih...
Kerry merasa namanya dan keluarga dihancurkan
Kerry klaim ayahnya tak terlibat dalam penyewaan terminal BBM miliknya
Kerry dkk didakwa rugikan negara Rp285,1 T
1. Kerry merasa namanya dan keluarga dihancurkan
Kerry merasa namanya dan keluarga telah dihancurkan. Menurutnya, Riza Chalid selaku ayahnya juga mendapatkan stigma negatif, salah satunya dituding sebagai dalang demo Agustus 2025 tanpa bukti.
"Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut," ujarnya.
2. Kerry klaim ayahnya tak terlibat dalam penyewaan terminal BBM miliknya
Kerry juga membantah adanya keterlibatan ayahnya, Riza Chalid, dalam bisnis penyewaan terminal BBM miliknya oleh PT Pertamina. Kerry menyebut, penyewaan terminal sebagai hasil usahanya sendiri.
"Jadi kegiatan saya ini hanya sewa-menyewa terminal BBM dengan Pertamina. Ini adalah usaha saya sendiri dan tidak ada keterlibatan ayah," ujarnya.
3. Kerry cs didakwa rugikan negara Rp285,1 T
Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak didakwa bersama-sama telah merugikan negara Rp285,1 triliun.
Kerugian itu terdiri dari kerugian keuangan dan perekonomian negara. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini 2.732.816.820,63 dolar Amerika Serikat (setara Rp45,3 triliun) ditambah Rp25 triliun atau setara Rp45,3 triliun dan Rp25 triliun.
Sedangkan, kerugian perekonomian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp171 triliun. Kerugian negara ini didapatkan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang terdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan serta illegal gain sebesar 2,617,683,340.41 Dolar Amerika Serikat atau setara 45,4 triliun.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.