Menurut mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Tuhfatul Millah, PJJ justru lebih banyak menyisakan duka ketimbang suka saat dijalani. Tuhfa, begitu dia akrab disapa, merupakan mahasiswa semester 6 jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.
Pembelajaran daring yang dialami Tuhfa terbilang bergam. Ada dosen yang meminta menggunakan aplikasi Zoom, Google Classroom, Google Meet atau hanya melalui aplikasi WhatsApp. “Yaa senyamannya dosen, kami mahasiswa ngikutin aja,” ujar Tuhfa kepada IDN Times pada Senin (16/3/2021).
Dari cerita Tuhfa, rasa senang hanya dialami di awal PJJ dilaksanakan. “Seneng banget, kayak libur,” kata Tuhfa bercerita. “Dukanya banyak banget. Gak bersosialisasi sama temen itu sih yang paling berasa, gak bisa ketemu,” kata dia lagi.
Belum lagi, menurut Tuhfa di semester 5-6 ada saja proyek-proyek yang harusnya dikerjakan bersama dengan teman-temannya dan akhirnya jadi sulit dilakukan. Masalah teknis juga tak jarang jadi kendala, jarring misalnya.
Tuhfa merasa, terkadang materi tak bisa optimal disampaikan dosen lantaran gangguan jaringan yang tak jarang terjadi. Dia juga melihat PJJ membuat pembelajaran dengan dosen menjadi kurang interaktif.
“Ga ada kegiatan kampus juga, harusnya ada organisasi atau himpunan, gak bisa juga. Kasihan anak semester-semester awal yang baru menjelajahi kampus,” kata Tuhfa.
Menjalani PJJ, Tuhfa merasa Kemendikbud melakukan upaya yang tepat namun terbilang terlambat. “Aku dapat kuota 50 GB tapi pas UAS, abis UAS kan libur jadi buat apa kuotanya?” kata Tuhfa bercerita. Menurut dia, dari kebijakan Keemendikbud itu, sosialisasi yang dilakukan terasa kurang.
Tuhfa sendiri lebih memilih untuk kembali menjalani pembelajaran tatap muka. “Karena dengan tatap muka di antara mahasiswa dan dosen itu gak ada miss komunikasi. Dan dengan teman juga kalau ada kerja kelompok dan lainnya,” kata Tuhfa.
Tuhfa berharap, sosialisasi terkait PJJ tak hanya digaungkan kepada mahasiswa namun juga pada dosen. “Jadi gak sekadar hanya ngash tugas tapi ngasih materi yang informatif,” kata Tuhfa. “Jadi yang merasa dirugikan gak cuman mahasiswa aja,” sambung dia.
Besar harapan Tuhfa pembelajaran dapat segera berlangsung dengan tatap muka. Apalagi, Tuhfa melihat sudah semakin banyak anak muda yang berani nongkrong atau jalan-jalan yang sebenarnya juga berpotensi meningkatkan penyebaran virus COVID-19.
“Kenapa gak tatap muka aja, walaupun juga bisa menyebarkan virus tapi seenggaknya bisa lebih manfaat dan bisa disosialisasikan. Berharapnya tetap kegiatan udah bisa berlangsung, kuliah tatap muka, dan semoga aja pandemik ini cepat berakhir,” kata dia.