Jakarta, IDN Times - Kegiatan cyber troops (pasukan siber) atau yang lebih ngetop dengan sebutan buzzer di ranah propaganda politik, ternyata bukan isapan jempol. Sebuah penelitian dari Universitas Oxford dan Institut Internet Oxford, Inggris membuktikan bahwa Indonesia ialah salah satu dari 70 negara yang terdeteksi memiliki buzzer.
Penelitian terbaru berjudul "The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation" itu mengungkap aktivitas buzzer politik sebagai penggerak isu politik yang merupakan propaganda dari pihak politikus tertentu, di media sosial Twitter, WhatsApp, Instagram dan Facebook.
Di balik perang tagar, ada peran buzzer politik untuk menaikkan isu menjadi sebuah trending topic. Hal ini senada dengan kesaksian Ranger (bukan nama sebenarnya), seorang buzzer politik kepada IDN Times dalam sebuah wawancara akhir tahun lalu.
Ranger mengakui aktivitasnya di media sosial dilakukan sesuai pesanan pihak tertentu. Perang opini di media sosial untuk memunculkan suatu isu atau propaganda menjadi ladang bisnis para buzzer.
"Goals-nya adalah trending. Jadi nanti ketentuannya dari koordinator (bilang), 'oke stop, oke mulai', itu dari koordinatornya. Jadi ketika mulai memang sampai ada isu yang mereka ingin angkat dan itu terangkat," tutur Ranger kepada IDN Times.