Jakarta, IDN Times - Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan penggalan ceramah dari tokoh agama yang dianggap memprovokasi umat Islam. Salah dua nama yang mendapat sorotan adalah Rahmat Baequni dan Firanda Andirja Abidin.
Baqeuni menuding arsitektur Masjid Al Safar Cipularang sarat akan simbol iluminati. Selain itu, dia menuturkan bila salat yang digelar di masjid yang memuat simbol dajal tidak akan diterima amal ibadahnya. Baru-baru ini, ceramahnya kembali viral di media sosial setelah menyebut Densus 88 sebagai aktor yang menciptakan terorisme di Indonesia.
Sementara Firanda Andirja menjadi buah bibir setelah kedatangannya di Aceh ditolak oleh masyarakat setempat. Dia disebut-sebut sebagai dedengkot wahabi yang menolak aqidah ahlus sunnah wal jamaah dan kerap menyampaikan ceramah yang tidak sesuai dengan konteks keindonesiaan.
Lantas, bagaimana seharusnya negara dan masyarakat menanggapi pendakwah seperti itu?