Mantan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen Pol. Agus Andrianto menyambangi Batalyon Infanteri 410/Alugoro, Blora, Jawa Tengah (Dok. Humas Polri)
Ricky mengatakan, darurat sipil baru bisa diterapkan jika menghadapi situasi perang yang mencekam, hingga mengganggu psikologis banyak orang. Hal itu tak tepat digunakan untuk mengatasi pandemi virus Corona.
"Kalau situasi seperti sekarang, misal rakyat tetap bandel keluar rumah atau nongkrong walau sudah ada ancaman pidana 1 tahun penjara atau denda Rp100 juta dalam UU karantina kesehatan. Ya pidanakan saja sesuai UU karantina kesehatan," kata Ricky.
Ricky melanjutkan, jika darurat sipil ditetapkan pemerintah, maka Polri dan TNI bisa saling berlawanan dengan Kepala Daerah soal penguasaan daerah. Tak hanya itu, masyarakat bisa ditindak secara hukum bilamana dianggap melanggar aturan sebagaimana dalam Perppu yang mengatur soal darurat sipil.
"Bisa digeledah rumahnya masyarakat, bisa disita barangnya. Apa urusannya coba? Di mana logika hukumnya kalau orang nekat keluar rumah, lalu karena keadaan darurat sipil lalu bisa digeledah atau disita barangnya?m" katanya.
"Korelasinya apa? Gak ada logika hukumnya, dia tidak lakukan pelanggaran keamanan negara atau pun ketertiban dalam masyarakat. Tidak ganggu orang lain. Sangat dipaksakan kalau sampai darurat sipil ditetapkan," jelasnya lagi.