Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengatakan, data-data yang terkena serangan ransomware sejak 20 Juni 2024 lalu tidak bisa lagi dipulihkan. Alhasil, data-data tersebut dinyatakan hilang.
Itu merupakan konsekuensi dari keputusan pemerintah yang memilih tidak membayar uang tebusan senilai 8 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp131 miliar.
"Yang jelas data yang kena ransom (disandera) sudah tidak bisa lagi di-recovery. Jadi, kami menggunakan sumber daya yang masih bisa kita miliki," ujar Direktur Network & IT Solution PT Telkom Indonesia, Herlan Wijanarko di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu, 26 Juni 2024 lalu.
Ia menambahkan, sejauh ini baru 44 instansi atau lembaga yang memiliki data cadangan di Pusat Data Nasional (PDN) Sementara di Surabaya dan Batam. Pihak Telkom, kata Herlan, sudah mengontak 44 instansi yang menaruh server-nya di PDNS sehingga layanannya mulai pelan-pelan diaktifkan.
Sementara, berdasarkan data dari Kemkominfo, total ada 282 instansi, baik di Jakarta dan daerah yang terdampak serangan siber itu. Herlan sudah mengontak 238 instansi lainnya untuk menyampaikan perkembangan situasi dari serangan siber.
"Hasilnya ada beberapa tenant yang memiliki back up (data) dan ada yang tidak. Ada beberapa tenant (back up data) yang aktif dan tidak. Sebagian lagi ada yang masih diverifikasi," katanya.
Ia menambahkan, bila instansi tersebut tak memiliki data cadangan maka akan diset ulang di PDNS.
"Kami akan implementasikan semua aspek security. Kami akan set up ulang di environment yang baru," ujarnya.