Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Citra satelit di Kawasan Tapanuli Selatan
Perbandingan citra satelit di Kawasan Tapanuli Selatan, 25 Juni 2020 dengan 1 Desember 2025. (Google Earth)

Intinya sih...

  • Aceh mengalami deforestasi tiga kali lipat

  • Sumatra Barat juga masuk empat peringkat teratas deforestasi

  • Sumatra Utara mengalami peningkatan deforestasi hampir tiga kali lipat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – MapBiomas Indonesia menyatakan laju deforestasi di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara meningkat sekitar tiga kali lipat dalam 10 bulan terakhir. Lonjakan ini dinilai berkontribusi pada bencana banjir bandang yang melanda kawasan tersebut.

Sebagaimana diketahui, hingga 2 Desember 2025, korban tewas akibat banjir dan tanah longsor di Sumatra mencapai 708 jiwa, dan 499 lainnya dilaporkan masih dinyatakan hilang.

“Deforestasi memang melonjak. Ini menjadi penanda terakhir bahwa kita tidak boleh lagi merusak hutan alam, sekaligus menjadi lonceng untuk memulihkan daerah-daerah yang sudah rusak,” kata Team Leader MapBiomas Indonesia, Timer Manurung, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu (3/11/2025).

1. Aceh menjadi provinsi dengan kehilangan hutan tertinggi

Kondisi salah satu daerah di Kabupaten Aceh Tamiang pasca banjir dan longsor. (Dokumentasi warga untuk IDN Times)

Timer mengatakan sebelum Oktober 2024, laju deforestasi di Aceh tercatat di bawah 10.000 hektare. Namun, dalam 10 bulan hingga Oktober 2024, angka tersebut melonjak mendekati 30.000 hektare.

“Ini berarti luas hutan yang hilang dalam periode tersebut meningkat sekitar tiga kali lipat dibandingkan dengan kondisi sebelumnya,” ujar dia.

Timer menyebut, lonjakan ini menempatkan Aceh sebagai salah satu provinsi dengan kehilangan hutan tertinggi.

Sementara, berdasarkan data MapBiomas dalam satu dekade terakhir yakni 2014-2024, kondisi tutupan lahan di Provinsi Aceh mengalami beberapa perubahan penting. Luas hutan (Forest Formation) turun dari 3.413.709 hektare menjadi 3.395.970 hektare, menunjukkan adanya deforestasi, meski penurunannya tidak drastis.

Di sisi lain, kata Timer, perkebunan kelapa sawit (Oil Palm) meningkat cukup signifikan, dari 455.250 hektare menjadi 628.697 hektare, yang berarti terjadi perluasan lahan perkebunan.

2. Sumatra Barat masuk empat peringkat teratas

Situasi pasca banjir dan longsor di Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Minggu (30/11/2025) (Dok. BNPB)

Sumatra Barat sebelumnya tidak termasuk dalam catatan 10 provinsi dengan deforestasi tertinggi. Situasi berubah dalam 10 bulan terakhir ini. Timer mengatakan provinsi ini kini muncul sebagai wilayah dengan laju deforestasi tertinggi keempat, angkanya bergerak dari sekitar 10.000 hektare menjadi hampir 30.000 hektare dalam periode tersebut.

Lebih lanjut, Sumatra Barat dalam satu dekade terakhir juga mengalami perubahan tutupan lahan yang signifikan. Luas hutan (Forest Formation) berkurang, dari 2.424.687 hektare menjadi 2.400.294 hektare, yang mengindikasikan terjadinya deforestasi. Sementara, perkebunan kelapa sawit (Oil Palm) juga mengalami peningkatan, dari 515.253 hektare menjadi 569.183 hektare.

3. Peningkatan deforestasi yang tajam di Sumatra Utara

Perbandingan citra satelit di Kawasan Tapanuli Tengah, 30 Desember 2020 dengan 1 Desember 2025. (Google Earth)

Sementara, Timer mengatakan, pada awal 2024, deforestasi di Sumatra Utara berada di kisaran 7.000 hektare. Namun, tren menunjukkan peningkatan yang tajam.

“Dalam 10 bulan pertama tahun ini, luas hutan yang hilang di provinsi tersebut telah meningkat menjadi sekitar 17.000 hingga 18.000 hektare,” jelasnya.

Sumatra Utara di satu dekade terakhir juga menunjukkan adanya peningkatan perkebunan kelapa sawit (Oil Palm), bertambah dari 1.972.640 hektare menjadi 2.115.976 hektare. Di sisi lain, lahan pertanian lain (Other Agriculture) berkurang cukup signifikan dari 1.405.473 hektare menjadi 1.213.595 hektare.

Sebelumnya, lonjakan deforestasi ini terjadi di tengah berjalannya kebijakan pengampunan (amnesty) untuk perkebunan kelapa sawit ilegal. Kebijakan tersebut mengampuni perkebunan seluas 3,3 juta hektare, setara dengan gabungan luas DKI Jakarta, Jawa Barat, dan DIY. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti bahwa kebijakan amnesti ini turut berkontribusi pada laju deforestasi yang masif.

“Di Aceh saja, periode 2015-2022, deforestasi mencapai 130.743 hektare. Sementara itu, kemampuan pemerintah untuk memulihkan hutan sangat terbatas,” kata Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna kepada IDN Times.

Editorial Team