Jakarta, IDN Times - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, mengatakan kurang pas bila Ivermectin digunakan sebagai obat terapi COVID-19. Sesuai dengan kegunaannya, Ivermectin lebih sesuai dikonsumsi bila ingin mencegah agar tidak cacingan.
Sejauh ini, penggunaan Ivermectin untuk terapi COVID-19 masih dalam proses uji klinis dan belum bisa digunakan secara bebas. Meski demikian, Ari mengakui pada praktiknya di lapangan obat tersebut sudah sulit didapat. Bila pun ditemukan, maka harganya sangat mahal.
Di sisi lain, Ari mengatakan hingga saat ini belum ada publikasi medis yang menyebut Ivermectin ampuh mengobati pasien yang tertular virus corona. Ia menjelaskan berdasarkan hasil observasinya di situs Pubmed, Ivermectin tidak signifikan membantu pemulihan pasien COVID-19.
Kesimpulan itu diperoleh dari dua kelompok pasien. Ada satu kelompok pasien yang hanya memperoleh terapi standar. Sisa satu kelompok lainnya memperoleh terapi standar dan diberi Ivermectin.
"Ternyata diperoleh hasil yang tidak signifikan, di sana disebutkan demikian," ujar Ari ketika memberikan keterangan pers bersama BPOM secara virtual pada Jumat (2/7/2021).
Ia menambahkan dalam sejumlah studi memang disebut ada perbaikan kondisi pasien COVID-19 usai mengonsumsi Ivermectin. Tetapi, di situs pubmed, tertulis kesimpulan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
"Itu data terakhir yang saya baca pada 28 Juni 2021. Artinya, hingga saat ini belum diperoleh bukti yang firm bahwa obat ini bisa mengobati COVID-19," katanya menambahkan.
Lalu, apa komentar BPOM mengenai peredaran Ivermectin yang disebut-sebut semakin langka? Mengapa orang tetap berburu Ivermectin meski sudah disampaikan tak memberi manfaat bagi pasien COVID-19?