IDN Times/Isidorus Rio Turangga
Malam merangkak larut, saya masih tertahan di Jalan Sabang. Butuh waktu cukup lama untuk bisa masuk ke kawasan Thamrin. Tapi, saya ingat dua kawan saya masih di pusat area kericuhan. Saya mengecek gawai, sempat ada satu panggilan tak terjawab dari Ilyas. Saya langsung menelepon balik, tersambung, tapi tak diangkat.
Sekitar 30-an menit usai kericuhan tersebut, belasan Brimob membentuk barikade di depan Planet Sport di Wahid Hasyim. Tak segan, beberapa dari mereka tampak galak ketika beberapa demonstran mencoba kembali ke Sarinah untuk mengambil sepeda motor mereka. "Tidak usah, besok saja ambil di Polda! Siapa suruh kalian dari tadi tidak pulang?!," teriak salah seorang Brimob kepada dua remaja yang mencoba menerobos barikade untuk kembali ke Sarinah.
Saya gamang, sedikit ciut nyali saya berhadapan dengan aparat yang tampaknya kalap karena terprovokasi massa sedari tadi. Mengumpulkan keberanian sekaligus didorong keinginan untuk mengecek kabar dua rekan saya, saya lalu mendekat ke arah barikade. "Pak, izin masuk ke area. Saya wartawan, ini tanda pengenal saya," ujar saya seraya mengacungkan ID pers saya ke belasan Brimob yang berjaga.
Beruntung, izin diberikan. Saya lekas berlari kencang ke depan kantor Bawaslu. Tampak beberapa massa diamankan Brimob dan sempat sekilas saya lihat sudah digiring masuk ke dalam Bawaslu. Saya menemukan beberapa wartawan dan fotografer sibuk mengambil foto, beberapa di antaranya berbagi berita untuk ditulis. Rehat lima menit di dekat perempatan Thamrin, saya menyempatkan menulis dan mengirim berita serta video aksi represif Brimob kepada massa.
Sekitar pukul 23.35 WIB, saya pertama bertemu Arief. Dia berteriak dari Jalan Wahid Hasyim yang mengarah ke Tanah Abang memanggil nama saya. "Itu di sana ada massa lebih banyak, sepertinya bakal rusuh lebih besar," kata Arief kepada saya. Selang beberapa menit kemudian, saya, Ilyas, dan Arief berkumpul di perempatan Thamrin.
Tampak ratusan Brimob membuat dua barikade. Satu barikade dilakukan di Jalan Wahid Hasyim yang mengarah ke Tanah Abang, satu barikade sisanya dilakukan di Wahid Hasyim yang mengarah ke Jalan Sabang. Kami diliputi kegamangan, situasi ricuh seperti ini sama-sama baru pertama kali kami bertiga alami. Saya dan Ilyas adalah wartawan olahraga, sementara Arief sejatinya adalah videografer yang sehari-hari bekerja di balik layar.
Menjelang pukul 00.00 WIB, tampak diskusi antara massa dan aparat kepolisian dilakukan di samping kantor Bawaslu yang mengarah ke Tanah Abang. Seorang ustaz yang belakangan kami ketahui bernama Habib Fadli Ali Idrus menjadi perwakilan massa untuk negosiasi dengan kepolisian yang diwakili langsung Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono dan Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Herry Kurniawan.
Negosiasi berlangsung alot. Massa menginginkan kawan mereka yang tertangkap agar dilepaskan, sebagai syarat mereka membubarkan diri. Sempat alot, polisi kemudian menuruti permintaan tersebut. Seorang pria dilepaskan dari pengamanan polisi. Dibawa keluar dari pintu samping Bawaslu, kepalanya tampak berdarah.
Namun, kendati permintaan sudah disanggupi, massa ternyata tak jua bubar. Mereka bertahan di Wahid Hasyim dan terus memprovokasi polisi. Kejadian ini berlangsung hingga Rabu (22/5) dini hari sekitar pukul 00.39 WIB. Tak berselang lama, massa lalu melemparkan batu dan petasan untuk membalas upaya polisi yang menembakkan gas air mata.
Tak pelak, Kombes Herry merespons keras, "Kami akan ambil tindakan tegas. Kalian sudah berani melawan petugas," ujarnya dari pengeras suara di dalam kendaraan pengurai massa. Dan ini titik awal kerusuhan skala besar di area Tanah Abang.