Jakarta, IDN Times - Setelah sempat ditunda proses persidangannya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menyidangkan untuk kali pertama gugatan dari tersangka eks Menpora, Imam Nahrawi. Sidang perdana digelar pada Senin (4/11) dan akan berlangsung selama satu pekan.
Di dalam sidang yang digelar pada hari Selasa (5/11), kuasa hukum Imam, Saleh meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) dugaan kasus penerimaan suap dan gratifikasi. Alasannya, hal itu sesuai dengan UU baru KPK nomor 19 tahun 2019, di mana di dalam pasal 70C tertulis "pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang prosesnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini."
"Yang Mulia, termohon ini (KPK) sepertinya tidak update. UU nomor 19 tahun 2019 sudah berlaku tentang KPK, sehingga termohon ini sudah berwenang mengeluarkan SP3 sesuai pasal 40. Nanti, silakan dibaca," ujar Saleh di hadapan hakim tunggal praperadilan, Elfian pada siang tadi.
Padahal, bila menyimak pasal 40 UU baru, komisi antirasuah tidak dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan. Sebab, proses penyidikan kasusnya belum lewat dari dua tahun. Sementara, sesuai ketentuan di pasal tersebut, SP3 baru dapat diterbitkan apabila penyidikan dan penuntutan sebuah kasus tidak rampung dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Uniknya, di dalam sidang praperadilan ini terungkap fakta lainnya, yakni yang menyidik adanya penyimpangan pemberian bantuan hibah dari Kemenpora ke KONI (Komite Olahrarga Nasional Indonesia) bukan hanya KPK. Namun, Kejaksaan Agung pun ikut melakukan penyidikan. Lho, kok bisa? Bagaimana penjelasannya?