Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani dicecar sejumlah anggota Komisi XI DPR, mengenai wacana pemerintah untuk memungut pajak dari produk sembako. Bahkan, nilai pajak yang hendak dipungut mencapai 12 persen.
Salah satu anggota DPR Komisi XI, Kamarussamad, mengusulkan agar mengkaji lebih dalam rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk sembako. Sebab, malah bisa menimbulkan polemik di tengah warga yang kini sedang berjuang agar bisa bertahan dari pandemik COVID-19.
"Kita ketahui kebijakan perpajakan di banyak negara sebetulnya sangat berisiko terjadi politisasi. Bahkan, ada banyak negara yang pemimpinnya tumbang karena kebijakan perpajakan. Sehingga, ini yang harus diwaspadai agar tidak menimbulkan ketidakpastian yang lebih mendalam," ungkap pria yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra itu dalam rapat dengar pendapat (RDP), di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Ia bahkan menyinggung kebijakan pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dirilis pemerintah pada Maret 2021. Pajak itu seharusnya menjadi kewajiban yang dibayarkan bagi kalangan kelas menengah dan menengah ke atas.
"Tetapi, hari ini kita ingin memberlakukan pajak sembako. Ini sangat ironis dan menurut kita hal semacam ini tidak tepat untuk diwacanakan, apalagi menjadi sebuah usulan pemerintah. Diwacanakan saja tidak tepat, apalagi menjadi usulan dan saya yakin itu tidak akan menjadi usulan," tutur Kamarussamad.
Lain cerita dengan Andreas Eddy Susetyo dari Fraksi PDI Perjuangan. Ia mengaku mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari daerah pemilihannya di Malang, Jawa Timur.
"Saya sampai ditelepon berkali-kali oleh para pedagang pasar. Disangkanya saya tidak mau angkat. Akhirnya, saya respons sedang rapat," ungkap Andreas pada rapat yang sama.
Ia pun ditatap dengan pandangan aneh dari konstituennya saat menjawab belum memegang rancangan resmi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Lalu, apa respons Sri Mulyani atas pertanyaan yang dilontarkan mitranya di Komisi XI?