Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)
Kurnia mengatakan, berdasarkan petikan putusan Plt. Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal, ICW menduga ada beberapa pelanggaran serius yang dilakukan Firli dan Karyoto. ICW mencatat setidaknya ada empat dugaan pelanggaran kode etik terjadi.
"Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ungkap Kurnia.
Menurut Kurnia, Aprizal sudah menjelaskan bahwa setelah tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan dan tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara sehingga, berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) Huruf a UU KPK, tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut.
"Kedua, Firli Bahuri menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya," kata Kurnia.
Firli diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK.
"Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK," kata Kurnia.
Dalam aturan internal KPK, telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK.
"Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan ataupun mendengar masukan dari pimpinan KPK lainnya," kata Kurnia.