Artikel ini merupakan jawaban dari pertanyaan terpilih yang masuk ke fitur #MillennialsMemilih by IDN Times. Bagi pembaca yang punya pertanyaan seputar Pilpres 2019, bisa langsung tanyakan kepada redaksi IDN Times.
Jakarta, IDN Times - Polemik rotasi 15 pejabat tinggi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meluas sejak diberitakan pada Selasa (14/8). 15 pejabat yang dirotasi oleh kelima pimpinan itu dinilai tidak transparan dan mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK , Yudi Purnomo, mengatakan penentuan posisi rotasi tidak diketahui persis dasar kompetensinya.
"Rotasi dan mutasi merupakan hal lumrah dalam proses berorganisasi. Tetapi, hal tersebut menjadi persoalan ketika proses rotasi dan mutasi dilakukan tanpa adanya kriteria, transparansi dan tata cara yang jelas sehingga berpotensi merusak independensi KPK," ujar Yudi melalui keterangan tertulis pada Rabu kemarin.
Ke-15 pejabat yang dirotasi terdiri dari Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Sujanarko, Direktur Gratifikasi, Giri Suprapdiono, Direktur Pelaporan LHKPN, Cahya Hardianto Refa, Kepala Bagian Perencanaan, Pengembangan Kepegawaian hingga ke Kepala Biro Umum. Mengenai siapa yang akan menggantikan mereka, KPK belum bersedia membuka hal tersebut. Publik baru mengetahui usai dilakukan pelantikan pada 24 Agustus mendatang.
Namun, yang mengejutkan justru reaksi dari pimpinan KPK, Agus Rahardjo. Pada Kamis (16/8) kemarin, Agus justru meminta agar isu ini tidak perlu diramaikan.
"Itu urusan dalam (KPK), jangan diselesaikan dengan mengikutkan orang luar dong," ujar Agus di DPR usai mengikuti sidang paripurna.
Apakah ini bermakna pimpinan KPK anti terhadap kritik? Sementara, kritik tetap dibutuhkan karena lembaga anti rasuah itu milik publik dan bukan segelintir orang semata.