Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai dipanggil oleh penyelidik KPK) ANTARA FOTO/Reno Esnir
(Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai dipanggil oleh penyelidik KPK) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Jakarta, IDN Times - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin seolah tak bisa lagi menghindar ketika jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan atas nama terdakwa Haris Hasanudin pada (29/5). Di dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat itu, Menag Lukman disebut menerima uang senilai Rp70 juta dari Haris yang ia lantik sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Penyerahan uang terjadi sebanyak dua kali dia dua kesempatan yang berbeda. Tujuan Haris menyerahkan uang karena sebagai bentuk komitmen ia telah dibantu untuk duduk sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jatim. 

Namun, Lukman merasa tak terima dituduh telah menerima suap oleh jaksa lembaga antirasuah, lantaran hal itu terkait prinsip yang ia pegang teguh sejak terjun di dunia politik yakni integritas. Kepada media yang menemuinya di Kementerian Agama pada Senin (3/6), Lukman menyebut tak pernah menerima gratifikasi. 

"Saya menjauhi hal itu sejak berkarier di DPR 17 tahun lalu. Saya bahkan bekerja sama dengan banyak kalangan, jadi saya betul-betul menjaga tidak hanya integritas tetapi juga reputasi saya dalam upaya bersama untuk pemberantasan korupsi,” kata dia pada Senin kemarin. 

Lalu, apa penjelasan Lukman soal tudingan yang disampaikan oleh KPK?

1. Dari uang Rp70 juta yang diklaim KPK diterima Menag Lukman, ia mengaku hanya terima Rp10 juta

Ilustrasi kasus suap (IDN Times/Sukma Shakti)

Menag Lukman memang membantah menerima duit dari Haris sebanyak Rp70 juta. Tetapi, yang ia akui diterima sebesar Rp10 juta. Uang itu diberikan oleh Haris kepada ajudannya saat tengah melakukan kunjungan kerja ke Pesantren Tebu Ireng di Jombang, Jawa Timur pada (9/3) lalu. 

“Yang benar adalah Rp10 juta. Itu yang terjadi pada 9 Maret. Ketika saya hadir di Tebu Ireng saat menghadiri seminar di bidang kesehatan saya memang hadir di situ. Tapi, uang sebagaimana yang dinyatakan saudara Haris diberikan kepada saya, sama sekali tidak pernah saya sentuh," kata Lukman.

Ia bahkan menjamin tidak pernah menyentuh uang pemberian Haris sama sekali begitu diterima oleh ajudannya.

“Yang menerima (uang dari Haris) adalah ajudan saya. Saya baru dikabari oleh ajudan saya malam setelah tiba di Jakarta. ‘Pak ini titipan dari Kakanwil’. Saya mengatakan apa konteksnya? Karena saya merasa ini tidak jelas,” tutur dia lagi.

2. Menag Lukman sempat berkilah uang Rp10 juta yang ia terima adalah honor tambahan

Ilustrasi THR. IDN Times/Aan Pranata

Kepada media, Menag Lukman sempat menyebut duit Rp10 juta adalah pemberian honor atas kunjungannya ke Pesantren Tebu Ireng di Jombang, Jawa Timur. Tapi, menurut dia, ada yang janggal dalam pemberian honor tersebut. Sebab, acara yang digelar di pondok pesantren itu adalah acara Kementerian Kesehatan, tapi memang bekerja sama dengan pesantren. 

"Menurut saya, saya tidak punya hak untuk menerima (uang) itu karena saya hadir di Tebu Ireng bukan agendanya Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur. Itu agendanya Pondok Pesantren Tebu Ireng bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan,” ungkap Menteri yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Alhasil, ia langsung memerintahkan ajudannya langsung mengembalikan uang mencurigakan tersebut ke Haris. Namun, sang ajudan disebut kesulitan bertemu dengan Haris.

3. Menag Lukman menjelaskan alasan uang pemberian Haris tidak segera diserahkan ke KPK karena ada kesulitan komunikasi antara ajudan dengan Haris

ilustrasi gratifikasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Menag Lukman turut menjelaskan alasan mengapa ia baru melaporkan uang pemberian Haris satu pekan usai KPK menggelar OTT Rommy. Menurut Lukman, hal itu lantaran ada kesulitan yang dihadapi oleh ajudannya untuk bisa bertemu dengan Haris. Instruksi Lukman sebelumnya yakni agar uang itu dikembalikan oleh ajudannya ke Haris. 

"Namun, mengingat ajudan tidak pernah bisa bertemu langsung dengan Haris maka uang tersebut masih disimpan dan baru dilaporkan kembali oleh ajudan kepada saya pada 22 Maret," kata Lukman menjelaskan. 

Akhirnya, uang yang diklaim nominalnya Rp10 juta itu dilaporkan ke KPK pada 26 Maret. Pelaporan dilakukan sebagai bentuk komitmennya selama ini yang menolak gratifikasi. 

Lukman juga menggunakan alasan sesuai aturan di dalam kalender, maka ia masih mengikuti aturan yakni melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi selama 30 hari kerja. 

"Kalau Haris menyerahkan uang Rp10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, uang itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi sudah dilaporkan dalam 12 hari kerja," kata Lukman. 

4. Menag Lukman mengaku telah memberikan contoh aktif melaporkan penerimaan gratifikasi ke KPK

IDN Times/Denisa Tristianty

Menag Lukman memang diketahui termasuk salah satu penyelenggara negara yang aktif melapor ke KPK apabila ia menerima berbagai hadiah atau gratifikasi. Bahkan, di tahun 2017, Lukman pernah menerima penghargaan dari KPK sebagai salah satu pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara. 

Penghargaan itu, menurut humas Kementerian Agama, disampaikan pada Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2017. 

"Hanya ada tiga orang yang mendapatkan penghargaan tersebut yakni Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Wapres Jusuf "JK" Kalla dan Menag Lukman Hakim Saifuddin," kata Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kemenag, Mastuki melalui keterangan tertulis pada Senin kemarin. 

5. Pelaporan gratifikasi hendaknya atas kesadaran sendiri dan bukan karena ada peristiwa OTT

(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO

Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan seharusnya gratifikasi yang diterima, langsung dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK. Sementara, lembaga antirasuah menduga Menag Lukman mengembalikan duit Rp10 juta itu karena Rommy tertangkap dalam operasi senyap. Apalagi salah satu yang ditangkap adalah mantan Kepala Kanwil Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanuddin. 

Maka, apabila Kemenag menyebut duit Rp10 juta itu sebagai sisa honor atau honor tambahan, KPK sulit untuk mempercayainya. 

"Gratifikasi baru dilaporkan oleh Menteri Agama di akhir bulan Maret lalu atau satu minggu setelah OTT dilakukan. Padahal, KPK berharap pelaporan gratifikasi didorong oleh kesadaran pribadi," kata Febri pada (9/5) lalu. 

Editorial Team