Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
(Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Jakarta, IDN Times - Bupati non aktif Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif, dituntut oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hukuman penjara 8 tahun. Tuntutan dibacakan dalam sidang pada Senin (6/8) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. 

Jaksa menilai Abdul terbukti telah berbuat korupsi dan menerima uang senilai Rp 3,6 miliar dari Direktur PT Agung Menara Pusaka, Donny Witono. Perusahaan itu bergerak di bidang konstruksi bangunan. 

"Berdasarkan pembahasan yang telah kami uraikan sebelumnya dalam bab analisa yuridis, maka kami selaku penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan terdakwa Abdul Latif terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yakni Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah menerima uang (suap) sebesar Rp 3,6 miliar dari Donny Witono," ujar jaksa di ruang sidang pada siang tadi. 

Selain itu, jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp 600 juta dan hak politiknya dicabut selama lima tahun. Lalu, apa komentar Abdul usai dituntut hukuman yang cukup tinggi? 

1. Abdul Latif terbukti meminta uang 'sumbangan wajib' kepada para kontraktor di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

(Bupati non aktif Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Menurut keterangan dari jaksa, Abdul Latif sudah sejak lama berbuat korupsi. Bahkan, diprediksi sejak ia menjabat sebagai bupati di tahun 2016 lalu.

Tak lama setelah ia dilantik menjadi bupati, pada periode Maret-April 2016, Abdul memberikan arahan kepada Fauzan Rifani, Ketua KADIN Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Isi instruksinya, ia diminta mengumpulkan uang atau istilahnya "sumbangan wajib" dari para kontraktor yang pernah mendapatkan pekerjaan proyek di kabupaten tersebut.

"Nominalnya yakni sekitar 2,5 persen disisihkan di rekening 'KADIN Peduli' dan sebesar 5 persen - 10 persen untuk keperluan operasional terdakwa selaku bupati," ujar jaksa membacakan surat tuntutan dalam sidang pada siang tadi.

Fauzan kemudian menindak lanjuti permintaan itu. Ia kemudian memungut uang dengan nominal yang beragam. Untuk pekerjaan pembangunan jalan sebesar 10 persen, pekerjaan bangunan sekitar 7,5 persen dan pekerjaan bangunan 5 persen.

"Dana yang dikumpulkan berupa uang fee itu selanjutnya dikelola oleh Fauzan Rifani dan selalu dilaporkan jumlah penerimaan maupun penggunaannya kepada terdakwa (Abdul Latif) dengan dibantu pencatatannya menggunakan komputer Abdul Basit (Direktur di perusahaan milik Abdul Latif)," kata jaksa.

Salah satu yang ikut memberikan uang adalah Donny Witono, koleganya sejak lama. Perusahaan milik Donny berminat untuk ikut lelang proyek pembangunan RSUD H. Damanhuri Barabai. Rencananya, ada beberapa ruangan yang akan dibangun yakni Kelas I, II, VIP dan Super VIP.

Kepada Fauzan, Donny meminta tolong agar perusahaannya yang dimenangkan. Fauzan pun menjawab permintaan itu bisa dikabulkan, asal memberikan fee sebesar 7,5 persen dari nilai kontrak yang sudah dipotong pajak.

Nilai kontrak sesudah dipotong pajak mencapai Rp 48.016.699.263,64. Dikalikan fee 7,5 persen, maka 'sumbangan wajib' yang diterima oleh Abdul mencapai Rp 3,6 miliar.

2. Kuasa hukum menganggap tuntutan 8 tahun penjara terlalu berat

(Bupati non aktif Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Kuasa hukum Abdul Latif, Mujahidin mengaku tuntutan hukuman penjara 8 tahun dianggap terlalu berat.

"Ya, kalau bisa separuh dari tuntutan itu lah, empat tahun, Kan itu tengah-tengah lah," kata Mujahidin yang ditemui IDN Times usai sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Senin (6/8).

Mujahidin mengakui kliennya tidak begitu bahagia usai mendengar tuntutan tersebut. Selain itu, ia menjelaskan Abdul baru saja melakukan operasi pemasangan ring di jantungnya pada Minggu kemarin di RS Abdi Waluyo, Menteng.

Majelis hakim memberikan waktu dua minggu kepada Abdul Latif untuk menyusun nota pembelaan. Sempat terjadi tarik ulur soal pemberian waktu untuk menulis surat pembelaan. Pihak Abdul meminta waktu dua pekan, sementara jaksa menilai waktu tersebut terlalu lama.

Namun, Abdul beralasan jaksa diberikan waktu 10 hari untuk bisa menyusun surat tuntutan.

"Tetapi, jaksa kan menyusun surat tuntutan 10 hari karena klien Anda sakit," ujar majelis hakim.

3. Abdul Latif sempat meminta kepada majelis hakim agar diizinkan membawa masuk laptop ke rutan

(Bupati non aktif Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif tengah bersua dengan keluarga) IDN Times/Santi Dewi

Mengetahui ia akan membuat nota pembelaan yang cukup panjang, maka Abdul sempat meminta izin kepada majelis hakim agar diizinkan membawa masuk laptop ke dalam rutan KPK.

"Saya meminta tolong kepada JPU, agar diizinkan membawa masuk laptop. Tapi laptop itu tidak saya bawa masuk ke dalam sel, hanya nanti dititipkan ke petugas untuk digunakan di ruang bersama. Setelah itu dikembalikan lagi," kata Abdul.

Sayangnya, permintaan itu tidak dapat dikabulkan oleh jaksa. Alasannya, hal tersebut tidak sesuai aturan yang berlaku di dalam rutan KPK.

"Mohon maaf Yang Mulia, tetapi sesuai dengan aturan yang berlaku, tahanan tidak boleh membawa masuk laptop atau ponsel ke dalam rutan. Nanti teknisnya, surat pembelaan bisa ditulis dulu dengan tangan lalu dititipkan ke orang lain untuk diketikkan," kata JPU, M. Takdir Suhan.

4. Abdul Latif juga dihadapkan dengan tindak pidana pencucian uang

(Koleksi mobil mewah milik Abdul Latif yang disita oleh KPK) ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Selain dituntut telah berbuat korupsi karena menerima uang suap, Abdul juga segera menghadapi dakwaan melakukan tindak kejahatan pencucian uang. Sebagai barang bukti TPPU, lembaga anti rasuah sudah menyita 23 mobil mewah dan 8 unit kendaraan roda dua.

Di antara 23 mobil mewah itu antara lain terdapat BMW 640i Coupe,Toyota Vellfire ZG 2.5 A/T, Lexus Type 570 4x4 AT, Hummer/H3 jenis Jeep, Jeep Robicon Model COD 4DOOR, Jeep Robicon Brute 3.5 AT, Cadilac Escalade 6.2 L, Hummer/H3 jenis Jeep, Toyota Hiace (3 unit), Toyota Fortuner, Daihatsu Grand Max (8 unit), Toyota Calya (2 unit), dan Mitsubishi Estrada (1 unit). Uniknya semua unit mobil itu dibeli dengan warna putih. 

Kendaraan lainnya yang ditemukan di rumah Abdul yakni motor dari berbagai merk BMW Motorrad, Ducati, Husberg TE 300, KTM 500 EXT dan Harley Davidson (4 unit). KPK mengaku belum menghitung berapa total harga kendaraan mewah tersebut. 

Saking terkesima dengan temuan para penyidiknya, Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, sampai penasaran dan menghitung sendiri berapa harga masing-masing kendaraan itu. Menurutnya, harga masing-masing kendaraan tersebut tidak ada yang di bawah Rp 1 miliar. 

Sidang selanjutnya akan digelar pada 20 Agustus dengan agenda mendengarkan nota pembelaan yang disusun oleh Abdul Latif.

Editorial Team