Jakarta, IDN Times - Putusan hukum atas perkara pemberian keterangan palsu dalam sidang kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) yang dilakukan oleh mantan Anggota Komisi II DPR RI, Miryam S. Haryani telah ditetapkan, Senin (13/10).
Dalam kasus tersebut, Miryam divonis lima tahun penjara dan dikenakan denda sebesar Rp 200 juta.
"Terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar," ujar Ketua Majelis Hakim, Frangki Tambuwun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (13/11).
Frangki mengatakan, jika Miryam tak membayar denda sebesar Rp 200 juta tersebut, maka diganti kurungan pidana selama 3 bulan.
Menurut Majelis Halim, keterangan Miryam yang menyebut adanya tekanan dari penyidik komisi pemberantasan korupsi (KPK) saat proses pemeriksaan tingkat penyidikan, terbukti tidak sesuai dengan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan pada persidangan yang sama.
Pasalnya, dua orang penyidik yang memeriksa Miryam yakni Muhammad Irwan dan Ambarita Damanik, telah membuktikan ketidaksesuaian Miryam dengan fakta yang ada.
"Rekaman CCTV pemeriksaan Miryam dan sejumlah keterangan ahli di persidangan, juga berbanding terbalik dengan pernyataan Miryam S Haryani," ujar Hakim.
Dalam putusan itu, hal yang memberatkan vonis majelis hakim terhadap Miryam lebih kepada perbuatan Politisi Hanura ini yang tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Padahal keterangan Miryam menjadi pembuktian adanya tindak pidana korupsi proyek e-KTP," kata dia.
Sedangkan hal yang meringankan dalam vonis tersebut adalah, Miryam bersikap sopan selama proses persidangan dan belum pernah tersangkut hukum sebelumnya.