Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seminar Mobile IP Clinic Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Rabu (12/7/2023) (Dok. DJKI)

Jakarta, IDN Times - Analis Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Stevanus Rionaldo menyebut bahwa di media sosial potensi plagiarisme atau penyalahgunaan makin tinggi.

Kini, pemanfataan media sosial semakin masif namun dianggap seperti pisau bermata dua, apalagi saat konten sudah viral. Namun, masyarakat bisa memanfaatkan media sosial jadi bukti orisinalitas karya.

“Meskipun begitu, kita tetap dapat memanfaatkan media sosial sebagai media publikasi sehingga apabila ada pihak yang memplagiasi atau menyalahgunakan karya, kita dapat melakukan tindakan yang sah secara hukum. Publikasi di media sosial bisa dijadikan bukti orisinalitas karya,” kata dia dalam keterangannya, dilansir Kamis (13/7/2023).

1. Banyak konten media sosial ambil karya orang tanpa izin

DJKI Terbitkan Sertifikat untuk 3 Produk Indikasi Geografis (dok. DJKI)

Rio mengatakan, perlindungan hak cipta memang terbentuk secara otomatis usai karya dipublikasikan. Namun, banyak konten media sosial yang mengambil atau gunakan lagu, koreografi, maupun bentuk ekspresi lain tanpa menyebutkan sumber. Bahkan ada juga yang tidak meminta izin pada pemilik hak.

Dia menjelaskan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemilik karya untuk mencatat tanggal publikasi karya. Bahkan pencatatan karya juga tidak harus dilakukan di ranah umum seperti media sosial.

“Kalau orang zaman dulu mengirim foto atau salinan suatu ciptaan via pos untuk diri sendiri karena nanti akan ada cap pos begitu paketnya terkirim. Kalau zaman sekarang mudah saja, bisa kirim email untuk diri sendiri atau WhatsApp juga bisa asalkan tanggal, bulan, dan tahunnya tertera dengan jelas,” katanya.

 

2. Pencatatan hak cipta di DJKI sifatnya sukarela

Editorial Team

Tonton lebih seru di