Laporan Vanny El Rahman dan Teatrika Handiko Putri
Jakarta, IDN Times - Kontroversi kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) berdampak terhadap kekuatan politik di negaranya. Karena itu, kebijakan yang dikeluarkan Trump dinilai strategi untuk memperkuat posisinya sebagai orang nomor satu di negara adikuasa itu.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nostalgiawan Wahyudi menilai dukungan AS terhadap peralihan Ibu Kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, merupakan kebijakan Trump untuk memperkuat akseptabilitasnya sebagai pemimpin Negeri Paman Sam itu.
“Pemimpin seperti Donald Trump, menjadikan isu peralihan capital city ke Yerussalem dan perpindahan Kedutaan AS, untuk memperkuat posisinya yang sedang tidak aman di dalam negeri,” kata dia, kepada IDN Times, Kamis (7/12).
Pria yang menyelesaikan studi masternya di International Islamic University Malaysia itu menjelaskan, kebijakan luar negeri AS menanggapi Israel pada era Trump, sangat berbeda dengan presiden pendahulunya.
“Ini merupakan salah satu lompatan kebijakan luar negeri yang berbeda dari pemimpin AS dalam beberapa dekade sebelumnya. Pada era Obama misalnya, walaupun AS pada eranya memiliki kecenderungan terhadap Israel ketimbang Palestina, tapi AS menahan diri,” kata dia.