Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Cipta Kerja bakal dibahas usai masa reses berakhir. Rencananya parlemen kembali bersidang pada pertengahan Januari 2023. Di sana, DPR bakal mengambil keputusan apakah Perppu yang diumumkan pada Jumat (30/12/2022) bakal diterima atau tidak. 

"Itu pembahasannya pada sidang yang akan datang. Tentu, kami belum bisa bersikap pada hari ini," ungkap Baidowi ketika dihubungi oleh media pada Jumat. 

Lebih lanjut, menurut Baidowi, tugas dan wewenang DPR terkait Perppu hanya ada dua yakni menerima atau menolak. Oleh sebab itu, ia mengaku tidak bisa berkomentar lebih banyak mengenai isi Perppu Cipta Kerja. 

"Ya, kan ruangnya hanya di situ saja. Entah merespons menolak atau menerima (Perppu)," tutur dia. 

Ia pun sepakat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD meng togugurkan koreksi dari Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintan dan DPR selaku pembuat undang-undang segera merevisi UU nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja. 

"Isu lainnya akan dibahas pada kesempatan masa sidang selanjutnya," katanya. 

Sementara, ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengaku pesimistis DPR bakal menolak Perppu Cipta Kerja. Sebab, mayoritas fraksi yang ada di parlemen sudah menjadi koalisi pemerintah. 

Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh publik yang terdampak dari Perppu Cipta Kerja itu?

1. Ahli tata negara nilai pemerintah percaya diri Perppu Cipta Kerja bakal diterima oleh DPR

Ngobrol Seru “Kupas Tuntas RKUHP” bersama Pakar Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti (IDN Times/Lia Hutasoit)

Menurut Bivitri, ia pesimistis DPR bakal menolak Perppu Cipta Kerja. Sebab, seperti yang telah diketahui mayoritas fraksi yang ada di parlemen berkoalisi dengan pemerintah.

Jumlahnya mencapai 82 persen. Oleh sebab itu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo bisa dengan santai sebelum mengumumkan Perppu, ia hanya menghubungi Ketua DPR Puan Maharani melalui telepon. 

"Makanya saya katakan pemerintahan Jokowi ini telah melakukan langkah culas dalam demokrasi. Saya katakan culas karena Perppu itu dikeluarkan di saat mayoritas orang sedang berlibur, seakan-akan ada keadaan yang genting dan memaksa, padahal enggak sama sekali," ungkap Bivitri yang dihubungi IDN Times melalui telepon pada Jumat (30/12/2022). 

Ia menduga kuat pembahasan mengenai Perppu Cipta Kerja sudah lama dilakukan. Sehingga, tidak ada kepentingan apapun yang memaksa sehingga harus dibuat Perppu. Bahkan, salah satu skenarionya diduga kuat dimulai dari pemecatan Hakim MK, Aswanto dan digantikan oleh Guntur Hamzah. 

"Jadi, saya menduga semua langkah itu disiapkan untuk ini semua (mengesahkan Perppu Cipta Kerja)," kata dia.

Ia menambahkan meski sudah dibuat Perppu, tetapi saja poin-poin yang diminta oleh MK untuk diperbaiki harus dipenuhi. Salah satunya membahas poin di dalam aturan tersebut dengan melibatkan partisipasi publik. 

"Jadi, itu yang harusnya diulang prosesnya. Perppu itu kan jauh dari mencerminkan partisipasi bermakna karena mekanismenya harus sesuai di dalam pasal 22 di dalam UUD, bukan pasal 20 UUD," tutur dia lagi. 

2. Perppu Cipta Kerja dibuat atas desakan pengusaha

Editorial Team

Tonton lebih seru di