Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel A Pangerapan mengatakan, RUU PDP sudah dibahas sejak 2014 lalu. Tetapi, hingga kini RUU PDP ini belum juga rampung.
RUU itu sempat masuk program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2020, namun kembali tertunda dan dijanjikan akan rampung pada 2021. Publik pun bertanya apa yang menjadi penghalang sehingga RUU itu sulit diselesaikan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Muhammad Farhan mengatakan, RUU itu tak kunjung disahkan karena adanya perbedaan pendapat mengenai otoritas perlindungan data (OPD). Ia mengatakan, masih ada perdebatan di antara pemerintah dan anggota DPR.
"Teman-teman di DPR menginginkan agar OPD dipegang oleh lembaga independen. Tetapi, pemerintah sampai Presiden Jokowi sudah memiliki sikap yang firm bahwa pemerintah ingin menempatkan OPD di bawah Kemkominfo. Secara teknis OPD akan dijalankan oleh Dirjen Aptika," kata Farhan ketika dihubungi IDN Times pada Jumat (28/5/2021).
Ia tak membantah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga melakukan pengumpulan data. Tetapi, instansi itu tetap harus bertanggung jawab kepada presiden dan DPR.
Keinginan politik agar OPD berada di bawah Kominfo didasari alasan data pribadi kini disimpan oleh banyak institusi, termasuk perusahaan swasta dan asing.
"Data-data kita itu kan ditarik melalui berbagai macam cara, mulai dari jasa keuangan digital, aplikasi angkutan massal seperti Gojek, bank, rumah sakit sampai ke masalah layanan over the top, dikumpulkan melalui Facebook dan lain-lain," tutur dia.
Apabila data itu dikelola perusahaan asing, kata Farhan, rentan disalahgunakan. Aksi penyalahgunaan data oleh otoritas asing bisa ditekan bila dilakukan kesepakatan antarnegara.
"Yang meneken kesepakatan itu kan menteri yang melakukan atas nama presiden dan negara," ujarnya.