Jakarta, IDN Times - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di Komisi III DPR menyepakati RUU tersebut dibawa ke paripuna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Adapun, kesepakatan tersebut diambil dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III DPR, Kamis (13/11/2025). Rapat tersebut dihadiri perwakilan pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Hukum Edward Sharif Omar Hiariej atau Eddy Hiariej. Masing-masing fraksi partai politik di parlemen menyampaikan pandangannya, dan setuju agar RUU KUHAP disahkan menjadi UU.
Sebagian fraksi kompak menilai RUU KUHAP harus diperbarui karena sudah berusia 44 tahun sejak disahkan pada 1981 era Presiden Soeharto. KUHAP yang berlaku saat ini merupakan buatan kolonial.
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintahan apakah naskah RKUHAP dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua, yaitu pengambilan keputusan atas RKUHAP yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR terdekat? Setuju?" Kata Ketua Panja RUU KUHAP sekaligus Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
"Setuju," jawab peserta rapat kompak.
Setidak ada 14 poin yang menjadi substansi perubahan KUHAP melalui revisi tersebut. Antara lain, penyesuaian hukum acara pidana dengan KUHP baru, perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut, penguatan hak-hak tersangka dan terdakwa, hingga penguatan peran advokat.
"RKUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat baik sebagai tersangka, maupun korban tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara," kata Habiburokhman.
Hasil revisi KUHAP ini ditargetkan bisa berlaku pada 1 Januari 2026. Hal ini bersamaan dengan KUHP baru yang sudah lebih dulu disahkan.
RUU KUHAP resmi dibahas pada Juni lalu. Dengan demikian, pembahasan RUU KUHAP memakan waktu sekitar enam bulan. Usai disetujui semua fraksi, RKUHAP akan dibawa ke sidang paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang, sebelum diberikan kepada pemerintah untuk diteken dan resmi berlaku.
