DPR Kebut RUU KUHP dalam Sepekan, Apa Urgensinya?

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan pimpinan Komisi III DPR RI meminta waktu satu pekan untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemasyarakatan. Menurutnya, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI setelah disetujui di Komisi III DPR RI.
"Persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP, kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III DPR dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III DPR yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat 2 (Rapat Paripurna)," kata Azis saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (2/4).
Lalu apa urgensinya RUU KUHP dan Pemasyarakatan dikebut?
1. Masih banyak pasal overkriminalisasi dalam RUU KUHP
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan pembahasan RKUHP yang dilakukan dalam waktu sepekan, dapat mengesampingkan kualitas substansi RUU tersebut. Padahal, masih banyak pasal dalam RKUHP yang menimbulkan masalah, sehingga membutuhkan pembahasan yang mendalam.
"RKUHP yang akan disahkan juga kemungkinan mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak akan relevan lagi dengan konteks sosial masyarakat Indonesia ke depan," ujarnya lewat keterangan tertulis, Sabtu (4/4).
Erasmus mengatakan ada tiga catatan dalam RKUHP yang perlu dievaluasi oleh DPR dan Pemerintah. Pertama depenalisasi dan dekriminalisasi terhadap beberapa tindak pidana yang harus digalakkan. Mengingat kondisi overcrowding atau kelebihan kapasitas lapas disebabkan oleh overkriminalisasi dalam RKUHP.
Aliansi mencatat masih ada pasal overkriminalisasi di dalam draf terakhir per September 2019. Seperti pasal hukum yang hidup di masyarakat, penghinaan residen dan pemerintah, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, aborsi, dan makar.