Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengaku sudah mendengar bahwa DPR tengah menanti surat presiden (surpres) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ia berharap sikap parlemen kali ini bakal konsisten hingga RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
"Oke, akan kami ajukan (surpres) secepatnya (ke DPR)," ungkap Mahfud seperti dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam pada Sabtu, (11/3/2023).
Desakan untuk segera mengesahkan RUU itu kembali muncul karena adanya dugaan perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Semula, aturan tersebut ditargetkan untuk disahkan menjadi undang-undang pada 2022. Namun, hal itu ditunda dan dimasukan ke dalam prolegnas 2023. Padahal, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah beberapa kali mendorong agar RUU itu segera disahkan.
Konfirmasi bahwa RUU itu dimasukan ke dalam prolegnas 2023 disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Ia menyebut draf RUU Perampasan Aset itu sudah diharmonisasikan dengan beberapa lembaga dan kementerian. Senada dengan Jokowi, politisi PDI Perjuangan itu juga berharap RUU tersebut bisa disahkan pada 2023 untuk mengejar aset hasil pidana demi memulihkan kerugian keuangan negara.
"Draf RUU sudah diharmonisasi di lintas kementerian. Yang akan dikirimkan ke DPR setelah final. Tapi, kami sudah selesaikan harmonisasinya. Mudah-mudahan dalam tahun ini bisa kita kirimkan ke DPR," ungkap Yasonna di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Maret 2023 lalu.
Mengapa RUU ini lambat untuk didorong segera disahkan di parlemen? Padahal, kerap disebut menjadi salah satu aturan yang mendesak untuk dimiliki.