Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi. Usai diperiksa, dia mengaku kembali dicecar penyidik soal pertemuan dengan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas..
"Masih sekitar pendalaman pertemuan dengan Gus Yaqut," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).
Eks Bendahara Amphuri Dicecar KPK soal Pertemuan dengan Yaqut

Intinya sih...
Tauhid sudah tiga kali diperiksa KPK
Indonesia dalam tambahan 20 ribu kuota haji
Kerugian negara mencapai Rp1 triliun
1. Tauhid sudah tiga kali diperiksa KPK
Tauhid sudah tiga kali diperiksa KPK. Sebelumnya, dia pernah diperiksa KPK pada 19 dan 25 September 2025.
Dalam pemeriksaan kali ini, KPK tak hanya memanggil Tauhid. KPK juga memanggil Supratman Abdul Rahman (Direktur PT Sindo Wisata Travel), Artha Hanif (Direktur Utama PT Thayiba Tora), dan Iqbal Muhajir (swasta).
2. Indonesia dalam tambahan 20 ribu kuota haji
Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar delapan persen dari kuota haji Indonesia, sementara sisanya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus.
Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10 ribu untuk kuota haji reguler dan 10 ribu untuk kuota haji khusus. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024.
3. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun
KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.