(Eks Deputi Penindakan Brigjen Pol Firli Bahuri <kanan>) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.
Apabila melihat rekam jejaknya, Firli sudah memiliki masalah terkait pelaporan harta kekayaannya. Sebelum ia dilantik pada 2018 lalu sebagai Deputi Penindakan, ia tidak memperbarui laporan harta kekayaannya dan mengirimkan ke KPK. Di situs resmi KPK, terakhir kali Firli melaporkan harta kekayaannya pada Maret 2002 lalu.
Dalam laporan itu, tercatat total harta kekayaan Firli mencapai Rp 163 juta. Tapi, ketika itu jabatannya di kepolisian adalah Wakil Kepala Kepolisian Resor Lampung Tengah.
Saat dikonfirmasi, Firli menepisnya. Ia mengaku sudah memperbarui laporan harta kekayaan ke KPK. Terbaru, ia kirim laporannya pada Februari 2017.
Kepada media, ia mengaku sudah dihubungi oleh seorang staf KPK bernama Hani. Ia mengaku sudah menyetor LHKPN kepada Hani.
"Bu Hani bilang kalau sudah terima hard copynya, artinya saya sudah masuk kepada LHKPN. Per Februari 2017 saya sudah lapor ketika saya dilantik sebagai Kapolda NTB. Itu kewajiban kita kok," kata Firli ketika dilantik pada April 2018 lalu.
Menurut Firli, ia turut berpartisipasi dengan program pemerintah lainnya, seperti pelaporan SPT (Surat Pajak Tahunan) dan pembayaran pajak.
Uniknya, Ketua KPK Agus Rahardjo, justru mengakui kalau Firli memang belum memperbarui laporan harta kekayaan ketika masuk ke dalam lembaga antirasuah. Tetapi, Agus malah menganggap hal itu bukan isu yang besar, karena bukan hanya Firli yang pernah melakukan hal tersebut.
"Jadi, pada tahun 2002 sebagai Wakapolres Lampung sana (dia memang sudah lapor). Ya, saya pikir itu bukan sesuatu yang mencederai, karena paling tidak Beliau (pernah) melapor, karena kalau kita urut kan juga banyak yang tidak melapor. Yang tidak melapor sama sekali juga ada," kata Agus usai prosesi pelantikan.
Namun, ia mengaku tidak ingin kecolongan. Maka, proses cek latar belakang tetap dilakukan. KPK, kata Agus, meminta masukan dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan penyidik.
"Jadi, tinggal diuji saja, karena kan bekerja di KPK sangat berbeda dengan bekerja di instansi lain. Proses check and balancenya selalu terjamin," katanya lagi.
Setelah, berada di lembaga antirasuah selama satu tahun, baru lah Firli memperbarui data harta kekayaannya. Berdasarkan data di KPK, harta Firli mengalami lonjakan dalam kurun waktu 16 tahun yakni menjadi Rp18,2 miliar.
Isu lainnya yang juga jadi sorotan terkait Firli yakni mengenai petisi dari para ratusan penyidik dan penyelidik internal di KPK. Mereka merasa dalam satu tahun terakhir kesulitan untuk memproses kasus-kasus besar yang disebut "big fish". Salah satu penyebabnya diduga disebabkan oleh keberadaan Firli yang duduk sebagai Deputi Penindakan.
Seolah terkonfirmasi, begitu Firli ditarik kembali ke Mabes Polri, KPK langsung tancap gas kembali menggelar operasi senyap. Mereka menangkap seorang jaksa yang bekerja di Kejati DKI Jakarta, Agus Winoto pada (28/6) lalu.