Jakarta, IDN Times - Eks Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir mengaku terkejut ketika ia dituntut oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lima tahun bui dan denda Rp200 juta. Ia terkejut lantaran tak ikut mencicipi aliran duit suap dari proyek pembangunan PLTU Riau-1. Namun, ia ikut dikenakan pasal 12 huruf a UU nomor 20 tahun 2001 mengenai tindak pidana korupsi.
Di dalam pasal itu tertulis seorang penyelenggara negara yang terbukti menerima janji atau suap, maka bisa dipidana penjara maksimal 20 tahun dan dikenai denda maksimal Rp1 miliar. Pernyataannya itu seolah menjadi kenyataan ketika jaksa KPK turut membenarkan Sofyan tidak ikut menerima aliran dana suap.
Di sini lah, eks Direktur Utama PT BRI itu beranggapan ada skenario "kreatif" dari pihak KPK untuk menjebaknya.
"Contohnya, ketika KPK melakukan penggeledahan di rumah saya pada Minggu (15 Juli), tiba-tiba sudah ada banyak wartawan dari sekitar 40-60 media. Sementara, rumah tersangkanya (Eni Saragih dan Johannes Kotjo) belum digeledah," kata Sofyan pada Senin (7/10) usai mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Dari sana, Sofyan sudah mencium ada yang tidak beres. Bahkan, surat bahwa ia adalah saksi dari kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 belum diterimanya ketika itu.
"Nah, dari situ saja saya sudah menangkap ada 'kreativitas' yang luar biasa. Begitu juga saat saya jadi tersangka, prosesnya luar biasa," kata dia lagi.
Lalu, apa komentar KPK mengenai tudingan tersebut?