Jakarta, IDN Times - Mantan Kapolda Jawa Barat, Anton Charliyan, terseret dalam kasus dugaan korupsi impor gula mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Hal itu terungkap dalam dakwaan Tom Lembong yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum.
Jaksa mengatakan, Anton Charliyan yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pembina Puskoppol bersama dengan Felix Hutabarat selaku Ketua Inkoppar mengajukan surat kepada Tom Lembong perihal permohonan izin impor gula (raw sugar) pada 2 Mei 2016.
"Dengan dalih operasi pasar bagi anggota TNI-Polri beserta keluarganya sebanyak 500 ribu ton," ujar Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Tom Lembong merespons surat tersebut. Namun, dia hanya mengizinkan kuota sebesar 50 ribu ton.
"Terdakwa Thomas Trikasi Lembong pada pokoknya menyetujui permohonan impor gula (raw sugar) sebanyak 50 ribu ton untuk digunakan operasi pasar sampai 31 Desember 2016," ujarnya.
Pada 17 Juni 2016, Puskoppol yang diwakili Anton Charliyan dan PT Berkah Manis Makmur yang diwakili Hans Falita Hutama mengadakan kerja sama pengadaan gula kristal mentah sebanyak 50 ribu ton untuk diolah menjadi gula konsumsi/gula kristal puih.
"Atas kerjasama tersebut, Albert Tobobu selaku Direktur PT Berkah Manis Makmur atas perintah Hans Falita Hutama mengajukan permohonan persetujuan impor gula kristal mentan ke Kementerian Perdagangan sebanyak 20 ribu ton pad 28 Juni 2016.
Jaksa mengatakan Tom Lembong tak persetujuan rapat koordinasi meminta mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Karyanto Suprih menandatangani persetujuan impor pada 30 Juni 2016 untuk mengolah gula kristal mentan menjadi gula putih kepada PT Berkah Manis Makmur yang merupakan perusahaan gula rafinasi yang tidak sesuai dengan izin industrinya.
"Bahwa PT Berkah Manis Makmur telah membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar Rp15.682.608.000 untuk impor gula kristal m entah 20 ribu ton," ujar Jaksa.
"Sedangkan dalam rangka pemenuhan stok dan stabiliasasi harga yang diimpor adalah gula kristal putih dengan membayar bea masuk dan PDRI sebesar Rp29.023.686.860, sehingga mengakibatkan kekurangan atas pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, yaitu selisih bea masuk dan pajak dalam rangka impor, gula kristal putih, dan gula krista mentah sebesar Rp13.341.078.860," lanjutnya.
Tom Lembong didakwa merugikan negara Rp578.105.411.622 akibat kebijakan impor gula. Jaksa menyebut kebijakan itu diambil tanpa koordinasi dengan kementerian lainnya dan dilakukan saat stok surplus.
Ada 10 pihak yang menerima keuntungan kebijakan Tom Lembong ini. Totalnya mencapai Rp515.408.740.970,36.
Atas perbuatannya, Tom Lembong pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.